Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menerima 76 surat dan laporan terkait kode etik dan kode perilaku (KEKP) sepanjang 2022. Sebagian dari aduan tersebut berupa dugaan pelanggaran etik.
"Dari 76 itu, perinciannya adalah 26 pengaduan dugaan pelanggaran etik. Kemudian, 16 [laporan] itu adalah surat keterangan pegawai yang tidak melanggar etik. Jadi, itu istilahnya untuk clearance pegawai, mau pindah, mau mutasi, dan sebagainya," papar anggota Dewas KPK, Albertina Ho, dalam konferensi pers capaian kinerja Dewas KPK 2022 di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, pada Senin (9/1).
Berikutnya, ada 8 surat/laporan permintaan narasumber untuk etik serta 4 surat/laporan konsultasi dari pegawai KPK tentang kode etik dan kode perilaku. Selain itu, 22 surat/laporan lainnya terkait tembusan atau balasan dari pihak-pihak lain.
Albertina lalu memaparkan perincian 26 pengaduan terkait dugaan pelanggaran etik. Sebanyak 3 pengaduan di antaranya masih dalam proses pengumpulan bahan dan keterangan.
"Tiga pengaduan dinyatakan cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik, 20 pengaduan tidak cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik," ujar dia.
Kendati demikian, Dewas KPK telah menyelenggarakan sidang etik sebanyak 5 kasus sepanjang 2022. Selain tiga kasus yang berasal dari pengaduan tersebut, 2 kasus lainnya merupakan keberlanjutan proses dari berkas kasus pada 2021.
"Penyelenggaraan sidang etik untuk tahun ini (2022, red) ada 5 berkas perkara karena yang dua ini adalah laporan tahun lalu (2021, red) dan baru disidangkan di tahun 2022," tutur Albertina.
Di sisi lain, Dewas menerima sebanyak 96 laporan dari masyarakat terkait pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Laporan tersebut bagian dari total 477 pengaduan yang diterima sepanjang 2022.
Dari 96 laporan tersebut, sebanyak 27 di antaranya telah diberikan surat jawaban kepada pelapor. Kemudian, 54 laporan diteruskan ke masing-masing unit kerja dan 15 laporan lainnya diarsipkan.
Dewas juga menerima 1.861 laporan dari KPK sepanjang 2022 terkait pemberitahuan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan. Ketiga hal tersebut dilakukan tim penyidik dalam menjalankan tugasnya mengungkap kasus korupsi di Indonesia.
Perinciannya, 1.460 pemberitahuan penyadapan, 61 pemberitahuan penggeledahan, dan 340 pemberitahuan penyitaan. Dewas tidak bisa memberikan izin kepada KPK untuk melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan sebab bukan lembaga penegak hukum.