Mantan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP, I Nyoman Dhamantra mengklaim tak pernah melibatkan putra Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Muhammad Rizky Pratama atau yang akrab disapa Tatam, dalam kasus tindak pidana korupsi suap pengurusan izin impor bawang putih 2019.
"Enggak ada urusan sama Mas Tatam, enggak ada kaitannya," kata Dhamantra, usai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (31/12).
Nama Tatam pernah disinggung Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Dhamantra saat bersaksi dalam persidangan untuk tiga terdakwa yakni, Direktur PT Cahaya Sakti Agro (CSA) Chandry Suanda alias Afung, dan dua pihak swasta Doddy Wahyudi dan Zulfikar pada Kamis (28/11).
Saat itu, jaksa menanyakan pengetahuan Dhamantra tentang Tatam. Namun, jaksa tak menggali lebih dalam keterlibatan putra Megawati itu dalam kasus tersebut.
"Saya mengenal beliau karena kebetulan beliau putra dari ketua umum saya saja. Saya juga enggak paham kenapa jaksa menanyakan soal nama beliau," tutur dia.
Dia juga menampik pengurusan impor bawang putih yang diberikan kepada Afung merupakan jatah kuota impor milik partai berlambang banteng itu.
"Enggak ada (kuota partai) sama sekali. Dan saya juga enggak paham kenapa ada dugaan seperti itu, coba tanyakan sama jaksanya saja," tutup Dhamantra.
Dalam perkaranya, I Nyoman diduga kuat telah dijanjikan commitment fee oleh bos PT Cahaya Sakti Argo (CSA) Chandry Suanda alias Afung. Fee itu untuk mengurus proses izin impor bawang putih. Adapun fee yang dijanjikan sekitar Rp1.700 hingga Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor.
KPK menduga uang tersebut diberikan agar proses perizinan impor bawang putih pada 2019 sebanyak 20.000 ton dapat terealisasi. Dalam perjalanan pembahasan tersebut muncul angka untuk mengurus izin impor sebesar Rp3,6 miliar.
Namun, Afung tidak dapat membayar nilai kesepakatan tersebut secara tunai lantaran beberapa perusahaan yang ingin membeli kuota impor belum memberikan uang. Lantas, Afung meminjam uang kepada rekannya, Zulfikar, dengan syarat terdapat bunga pinjaman yang dibayar jika impor terealisasi dengan nilai sebesar Rp100 juta per bulan. Tak hanya itu, Zulfikar juga mendapat jatah dari setiap kilogram bawang putih yakni sebesar Rp50.
Zulfikar pun merealisasikan pinjaman tersebut dengan nilai sebesar Rp2,1 miliar. Uang itu dikirimkan ke rekening Doddy. Kemudian, Doddy mengirimkan uang sebesar Rp2 miliar ke rekening money changer milik I Nyoman.
KPK menduga, uang itu digunakan untuk mengurus Surat Persetujuan Izin (SPI) di Kementerian Perdagangan. Uang untuk mengurus izin tersebut sebesar Rp2 miliar, digunakan untuk mengunci kuota impor yang diurus atau istilah lainnya lock kuota. Sementara, sisanya sebesar Rp100 juta digunakan Doddy mengurus administrasi perizinan.
Atas perbuatannya, I Nyoman Dhamantra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.