Di balik langgengnya eksistensi tambang ilegal
Bagi Andry Usman, terungkapnya keberadaan tambang emas ilegal di Desa Sekatak Buji, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara), tak lagi mengagetkan. Sebagai salah satu aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) di Kaltara, Andry sudah sering mendapat laporan mengenai keberadaan tambang ilegal di provinsi itu.
"Kalau dugaan kami (Jatam), sepertinya tidak hanya satu pemain tambang ilegal yang ada di sana. Kemungkinan besar alat berat itu pun bukan hanya tiga, seperti yang diamankan oleh Polda Kaltara," kata Andry kepada Alinea.id, Selasa (10/5).
Dalam sebuah konferensi pers yang digelar pekan lalu, Kapolda Kaltara Irjen Daniel Adityajaya mengungkap eksistensi tambang emas ilegal di Desa Sekatak Buji. Dari area tambang ilegal, polisi menyita tiga buah eskavator, dua truk, empat drum sianida, dan lima karbon perendaman.
Dari hasil penyidikan sementara, tambang emas itu diduga dimiliki oknum polisi berinisial HSB, seorang personel Ditpolair Polda Kaltara berpangkat briptu. Bersama empat rekannya, HSB telah ditangkap dan dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Berbasis "perkakas" yang ditemukan Polda Kaltara, menurut Andry, tambang emas ilegal yang dimiliki Briptu HSB tergolong modern. Digarap menggunakan alat berat, para penambang bisa menggali material emas hingga sedalam kisaran 30-80 meter.
"Setelah menemukan lapisan material atau bahan calon emas, kemudian bahan atau material tersebut dimasukkan ke dalam mobil pickup dan selanjutnya dibawa ke tempat pengolahan atau tromol maupun perendaman dengan bak terbuka," kata Andry merinci bagaimana tambang ilegal modern beroperasi di Kaltara.
Adapun penambangan ilegal tradisional, menurut Andry, umumnya tidak melibatkan alat berat. Sumur tambang biasanya digali secara manual oleh warga setempat dan dipagari menggunakan papan dan balok kayu dari pohon ulin.
Luas sumur tambang ilegal biasanya sekitar 50x50 centimeter dengan kedalaman sekitar 50-70 meter. "Dari pengakuan para penambang, setiap satu sumur hingga lubang gua membutuhkan kayu Ulin sedikitnya 30 meter kubik," imbuh dia.
Tak hanya merugikan negara, penambangan ilegal juga merusak lingkungan. Pasalnya, tambang ilegal tak berizin dan tak punya dokumen analisis dampak lingkungan (amdal). Itu pula yang terjadi di Sekatak Buji.
"Namanya pertambangan yang tak didasari oleh amdal pastinya merusak lingkungan di sekitar lokasi pertambangan, dari sisi hutan dan air yang terutama," kata Andry.
Dinamisator Jatam Kalimantan Timur (Kaltim) Pradarma Rupang mengatakan tambang ilegal juga jadi masalah pelik yang dihadapi publik di Kaltim. Menurut Pradarma, kini ada ratusan tambang ilegal yang tersebar di seantero provinsi tersebut.
"Tambang ilegal (di Kaltim semakin marak bermunculan terhitung sejak dari 2018 sampai 2021," kata Pradarma saat dihubungi Alinea.id, Rabu (11/5).
Mayoritas tambang ilegal, kata Pradarma tersebar di empat kabupaten, yakni Kutai Kartanegara, Samarinda, Berau dan Panajam Paser Utara. "Ada delapan laporan mengenai tambang ilegal yang belum dilimpahkan ke pengadilan," kata dia.
Ribuan titik
Menurut catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ada 2.741 lokasi pertambangan tanpa izin alias tambang ilegal di Indonesia pada 2021. Sebanyak 2.645 titik ialah tambang mineral ilegal. Sisanya tambang batu bara.
Menteri ESDM Arifin Tasrif sempat menyebut aktivitas penambangan tanpa izin merugikan negara hingga puluhan triliun rupiah. Tak hanya oleh perorangan, aktivitas tambang ilegal juga terindikasi dilakukan secara terkoordinir oleh kelompok usaha.
Selain merugikan negara, penambangan ilegal juga kerap memakan korban jiwa. Pada akhir April lalu, misalnya, sebanyak 12 orang tewas karena tertimbun longsor saat berada di area penambangan liar di Desa Bandar Limabung, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara.
Pada Februari tahun lalu, peristiwa serupa terjadi di tambang emas ilegal di Desa Burangga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (Sulteng). Ketika itu, longsor menewaskan lima penambang dan melukai puluhan lainnya.
Direktur Penegakan Hukum Pidana Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Yazid Nurhuda mengakui tidak mudah menertibkan tambang ilegal. Khusus di KLHK, salah satu kendala ialah kurangnya personel penyidik untuk menggarap kasus-kasus tambang ilegal.
"Kami hanya memiliki seratus penyidik, sedangkan laporan kasus tambang ilegal tidak sebanding dengan sumber daya yang kami punya. Seratus penyidik itu bukan hanya ngurusin tambang ilegal saja, tetapi juga soal lingkungan lain yang berkaitan dengan kehutanan, seperti illegal logging, pencemaran air, dan perburuhan satwa dilindungi," kata Yazid kepada Alinea.id, Rabu(11/5).
Yazid mengatakan KLHK hampir tiap hari menerima pengaduan masyarakat mengenai kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh tambang ilegal. Karena tak semua kasus bisa ditangani, tim penyidik dialokasikan ke kasus-kasus yang menjadi prioritas KLHK.
"Prioritas kasus itu umpamanya tambang ilegal yang menyangkut hidup orang banyak, kemudian menjadi perhatian wakil rakyat, atau sudah menimbulkan korban jiwa," kata Yazid.
Menurut catatan KLHK, terdapat sekitar 8.683 titik lokasi terbuka yang diduga sebagai area tambang ilegal di berbagai daerah di Indonesia. Jika diakumulasi, luas area tersebut bisa mencapai sekitar 500.000 hektare.
Selain keterbatasan penyidik, Yazid mengatakan, kasus-kasus tambang ilegal kerap sulit digarap lantaran terkendala kondisi geografis. Banyak lokasi tambang ilegal yang terpencil dan sulit dijangkau.
Ia pun menyarankan pemerintah daerah proaktif menggarap kasus-kasus tambang ilegal yang dilaporkan publik.
"Umpamanya gajah itu ada belalainya, ada punya punggungnya, ada kuping besarnya. Nah, itu kita harus pilih mana yang mau kita kerjakan dulu. Kadang-kadang belalainya dulu, kadang kaki dan perutnya. Ini karena jumlah kasus tidak sebanding dengan sumber daya yang kita miliki," kata Yazid.
Supaya bisa diberantas tuntas, menurut Yazid, tambang ilegal harus ditangani secara komprehensif. Tak hanya KLHK, semua kementerian terkait perlu turun tangan untuk mengungkap dan menutup tambang-tambang ilegal yang aktif beroperasi.
"Banyak pihak yang bisa melakukan penegakan hukum. Pertama, polisi sebagai penyidik umum. Kedua, dari ESDM. Undang-Undang Minerba itu ada pasal pidananya. Dia juga punya penyidik yang bisa menindak. Dari segi tata ruang, semestinya Kementerian ATR/BPN bisa melakukan. Kami dari KLHK, bisa dari sisi kerusakan atau pencemarannya," ucap Yazid.
Peran daerah
Anggota Komisi VII dari Fraksi PKS Mulyanto sepakat perlu ada tindakan tegas dari pemerintah untuk menggerus eksistensi tambang ilegal. Tak hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah juga perlu menyikapi keberadaan tambang-tambang ilegal di daerah mereka secara serius.
"Untuk penambang ilegal, perlu ditindak tegas. Perlu dibentuk dirjen penegakan hukum di Kementerian ESDM untuk memperkuat upaya pemberantasan ini," kata Mulyanto saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Selasa (11/5).
Mulyanto mengungkapkan tidak ada alasan bagi pemerintah daerah untuk mengabaikan eksistensi tambang ilegal. Sejak Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Kewenangan Dalam Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara terbit, pemerintah provinsi semestisnya turut andil dalam penertiban tambang ilegal.
"Regulasi ini harus dimanfaatkan dengan baik... Salah satu yang bisa diupayakan pemda ialah mengedukasi (pelaku) tambang rakyat untuk mengurus perizinan agar tambang-tambang ilegal itu menjadi legal sesuai regulasi yang baru," kata Mulyanto.