Intimidasi dan sanksi: Di balik ruwetnya 'ganti seragam' peneliti K/L ke BRIN
Di hadapan sejumlah anggota Komisi VII DPR RI, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko curhat soal progres integrasi sejumlah badan penelitian dan pengembangan (balitbang) kementerian dan lembaga (K/L). Menurut Handoko, masih ada sejumlah instansi yang tak mengizinkan perisetnya untuk bergabung dengan BRIN.
“Jadi, memang ada beberapa kasus kementerian atau lembaga yang memang tidak izinkan perisetnya untuk pindah,” ucap Handoko dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (24/1).
Kendala itu, kata Handoko, ia ketahui setelah menerima keluhan dan masukan dari sejumlah peneliti di kementerian dan lembaga. Ia mencontohkan yang terjadi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Menurut Handoko, BRIN telah menerima surat kesediaan pindah dari para periset BMKG. Namun, proses peralihan pegawai tidak dapat berjalan lantaran badan yang dipimpin Dwikorita Karnawati itu tidak mengizinkan perisetnya hengkang.
Persoalan serupa, lanjut Handoko, sempat mengadang proses integrasi BRIN dengan Balitbang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM). Belakangan, kementerian itu telah setuju melepas para peneliti dan perekayasa ke BRIN.
Namun demikian, belum ada kesepakatan soal pelepasan peralatan dan fasilitas penelitian dari Kementerian ESDM ke BRIN. "Karena penelitian yang sifatnya agak teknis, kami membutuhkan aset,” ucap mantan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tersebut.
Persoalan serupa juga dihadapi Handoko di Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Menurut dia, kementerian yang dipimpin oleh Agus Gumiwang Kartasasmita itu tidak mengizinkan penuh para perisetnya untuk bergabung ke BRIN.
"Kemenperin hanya menyerahkan 22 periset yang sudah berusia 58 tahun. Artinya, karena memang di atas 55 tahun, mereka tidak bisa alih jabatan di BRIN,” jelas Handoko.
Periset yang usianya di bawah 55 tahun, kata Handoko, tidak diizinkan pindah. Padahal, para periset itu telah bersurat ke BRIN meminta untuk dipindah. "Mohon maaf untuk Pak Agus. Saya sudah sampaikan ke Pak Menteri, mohon itu bisa (periset dipindahkan),” imbuh dia.
Di luar surat yang dikirim ke BRIN, setidaknya ada dua surat yang dikirimkan para periset Kemenperin ke DPR RI. Bertarikh 13 Januari 2022, surat pertama diteken sejumlah peneliti Kemenperin dan ditujukan kepada pimpinan Komisi VII DPR.
Dalam surat itu, para peneliti mengungkap kegelisahan mereka serta hambatan dalam proses peralihan periset dan aset ke BRIN. Menurut para peneliti, Kemenperin hanya memperbolehkan peneliti yang telah memasuki usia pensiun pindah ke BRIN.
"Kebijakan itu sangat kami sesalkan mengingat masih banyak peneliti muda di Kemenperin yang memiliki potensi untuk berkarier sebagai peneliti dengan energi, minat, dan kecintaan yang tinggi terhadap dunia riset," tulis para peneliti.
Total ada 322 peneliti di Kemenperin. Menurut para penulis surat, peneliti yang ingin bergabung dengan BRIN sudah berupaya menyampaikan keinginan mereka kepada para pimpinan satuan kerja di Kemenperin. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil.
"SDM yang ingin pindah ke BRIN malah diperlakukan sebagai SDM yang bersalah, diberi berbagai ancaman, masuk black list, dan bahkan ada yang diberi hukuman disiplin," ungkap para peneliti dalam surat tersebut.
Surat kedua, juga diteken sejumlah peneliti, dikirimkan para peneliti pada 15 Januari 2022. Berisi tujuh poin, surat itu utamanya "mengumumkan" dukungan terhadap proses integrasi BRIN dengan balitbang di kementerian dan lembaga (K/L). Menurut mereka, banyak peneliti yang ingin pindah ke BRIN, tetapi tidak berani mengekspresikan aspirasi tersebut.
"Berbagai keberatan K/L atas proses pengalihan SDM dan aset riset ke BRIN saat ini tampaknya lebih didasarkan pada kekhawatiran akan kehilangan jabatan dan kewenangan pada struktur organisasi yang selama ini ada," tulis para peneliti.
Dalam salah satu poin, para peneliti juga mengeluhkan ekosistem riset di Kemenperin. "Menurut kami, iklim dan ekosistem riset di Kemenperin kurang terawat dengan baik. Sangat mungkin karena dipimpin pejabat birokrat yang kurang memiliki pemahaman dan pendalaman terkait seluk-beluk dunia riset," kata para peneliti.
Saat dikonfirmasi, anggota Komisi VII DPR RI Andi Yuliani Paris membenarkan telah menerima surat dari sejumlah peneliti Kemenperin. “Iya, (Komisi VII) DPR RI, menerima surat itu,” ucap Andi kepada Alinea.id, Selasa (2/1).
Alinea.id telah berupaya mengklarifikasi Kemenperin terkait dikeluarkannya kebijakan yang melarang peneliti pindah ke BRIN. Namun, Kemenperin tidak merespons permintaan wawancara dari Alinea.id.
Belum siap
Proses integrasi BRIN dengan lembaga penelitian nonkementerian (LPNK) dan balitbang K/L diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 tahun 2021 tentang BRIN. Pada Pasal 65 Perpres itu disebutkan bahwa SDM dan segala perlengkapan riset yang melekat di unit kerja litbang kementerian harus beralih ke BRIN.
Hingga pertengahan Januari, tercatat sudah ada 33 lembaga riset yang dilebur ke BRIN. Empat di antaranya ialah LPNK, yakni LIPI, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Badan Teknologi Nuklir Nasional (Batan). Sisanya balitbang di kementerian dan lembaga.
Selain BMKG, Kemenperin, dan Kemen ESDM, BRIN juga tengah berupaya merampungkan proses integrasi periset dan aset dengan balitbang di Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Kepada Alinea.id, salah satu peneliti di Kementan menyebut ada upaya pejabat struktural di tempatnya bekerja untuk menjegal peleburan aset dan periset balitbang Kementan ke BRIN. Ia menduga upaya itu dilakukan semata untuk mempertahankan jabatan.
“Jadi pejabat itu enak kan? Mobil dinas (dapat), tunjangan sering, acara rapat-rapat di hotel bisa diatur keuangan kantor. Maka kalau sudah dapat (posisi) eselon IV saja sudah senang. Apalagi eselon III atau eselon II, bisa dapat Rp40 juta per bulan, gampang. Nah, tiba-tiba semua jabatan ini hilang,” ujar sumber Alinea.id, Selasa (25/1).
Menurut sumber Alinea.id, dugaan itu menyeruak lantaran para peneliti sempat tak diberi opsi untuk bertahan atau meninggalkan Kementan. Padahal, proses pemetaan pegawai hampir rampung dilakukan BRIN. Bahkan, para peneliti yang ingin pindah ke BRIN sempat dipanggil atasan mereka untuk diberi teguran.
Ia juga mempersoalkan "terbatasnya" aset-aset balitbang Kementan yang disepakati dialihkan ke BRIN. Kementan hanya melepas dua aset, yakni Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (Biogen) dan Balai Besar Penelitian Veteriner. Sedangkan aset-aset kebun dan plasma nutfah masih dipertahankan.
“Penelitian biogen itu tergantung laboratorium. Laboratorium masih bisa dipindah, masih bisa dibeli, dibangun dari nol. Lah, kalau kebun bisa dipindahin? Sudah tumbuh beragam jenis tanaman tinggal diteliti, penelitinya pindah, kebunnya enggak. Malah ngaco,” ucap dia.
Total ada sekitar 1.500 peneliti dan perekayasa di Kementan. Sebanyak 1.183 di antaranya telah mantap untuk pindah ke BRIN. Menurut sumber Alinea.id, kebanyakan peneliti memilih pindah karena ingin terus menekuni dunia riset.
"Ketika ada BRIN dengan niat mengonsolidasikan riset, efisiensi anggaran, menata riset, bagi saya itu positif. Jelaslah kita enggak mau melakukan pekerjaan setiap tahun meneliti itu-itu saja. Mau habisin duit negara? Saya juga enggak mau,” terangnya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan Kementan mendukung proses integrasi balitbang K/L dengan BRIN sebagaimana mandat Perpres BRIN. Namun, khusus untuk Kementan, ia meminta agar proses integrasi dilakukan secara bertahap.
“Cuma memang prosesnya saja yang kita minta (tidak terburu-buru). Cuma membutuhkan relaksasi saja. Relaksasi itu membutuhkan waktu,” ujar Syahrul saat berbincang dengan Alinea.id di kawasan Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/1).
Permintaan relaksasi itu sempat diutarakan Syahrul dalam rapat kerja Kementan dan Komisi IV DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/1). Dalam salah satu poin kesimpulan rapat, usulan itu diterima DPR supaya Kementan bisa mengantisipasi perubahan iklim dan cuaca ekstrem beserta dampaknya terhadap produksi pangan dan pertanian nasional.
Karena mengurusi sektor strategis nasional, menurut Syahrul, Kementan masih sangat membutuhkan kehadiran peneliti dan perekayasa. Apalagi, sebagian besar kebijakan yang dirilis Kementan lazimnya merupakan rekomendasi berbasis riset dari peneliti di balibtang.
“Jadi, kita harus hati-hati (dalam mengambil kebijakan). Apalagi dengan kondisi cuaca yang sangat ekstrem. Kalau tidak ada climate change (perubahan iklim) sih, saya kira, everything baik-baik saja. Tetapi, kita kan harus waspada,” ujar Syahrul.
Bentuk badan baru
Untuk mewadahi para peneliti dan perekayasa yang memilih bertahan, saat ini Kementan membentuk unit kerja baru bernama Badan Pengelola Sistem Pertanian (BPSP). Badan itu juga dibentuk untuk memberikan rekomendasi kebijakan kepada Kementan dan menjembatani agar hasil riset BRIN bisa diaplikasikan.
“BPSP artinya menjaga supaya tidak ada irisan dengan BRIN. Karena kan kita ingin menjadi bridging inovation ini,” tutur Kepala Balitbang Pertanian Kementan Fadjry Djufry saat ditemui Alinea.id di kawasan Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/1).
Djufry menegaskan tidak akan ada kegiatan riset di badan itu. Peneliti fungsional yang berasal Balitbang Pertanian bakal beralih menjadi perekayasa atau penyuluh. “Tunjangannya pasti turun. Nah, itu konsekuensi dari perjuangan,” imbuh dia.
Inisiatif serupa juga dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) KKP Kusdiantoro mengatakan peneliti dan perekayasa KKP yang bertahan akan dialihkan ke sejumlah posisi, semisal jadi analis kebijakan dan penyuluh. BRSDM juga tidak serta-merta hilang strukturnya di KKP.
“Nanti, badan riset hilang, kita akan fokus pada SDM. Ganti nomenklatur saja. Nomenklatur akan kita sesuaikan dengan kebutuhan organisasi kerja dan kewenangan yang baru,” terang Kusdiantoro saat berbincang dengan Alinea.id di kantornya di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (25/1).
Termasuk yang berada di bawah naungan BRSDM, total ada sekitar 1.100 peneliti dan perekayasa yang tersebar di berbagai direktorat jenderal di KKP. Dari angka itu, menurut Kusdiantoro, yang memutuskan pindah ke BRIN kurang dari 50%.
Lebih jauh, Kusdiantoro mengatakan BRSDM wajib dipertahankan. Selain karena Presiden Joko Widodo mempunyai misi untuk meningkatkan SDM yang unggul, KKP juga punya tiga program strategis nasional yang butuh dukungan penyuluh dan analis.
Ketiga program itu, yakni pelaksanaan perikanan terukur, budidaya komoditas produk ekspor, serta pengembangan kampung budidaya dan kampung perikanan tangkap.
“Dari tiga program prioritas itu, butuh penyuluh, latihan, pendidikan. Kita harapkan BRSDM itu bisa menyiapkan semua untuk memenuhi dukungan tiga program prioritas,” terang Kusdiantoro.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menganggap wajar jika proses integrasi BRIN dan balitbang K/L tidak berjalan mulus. Terlebih, proses integrasi terkesan dikebut. Di lain sisi, K/L juga masih membutuhkan dukungan periset dan peneliti.
“Saya khawatir malah (integrasi) menambah birokrasi dan hasil riset (BRIN) nanti tidak pas dengan kebutuhan solusi masalah teknis mereka (kementerian dan lembaga),” ucap politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.