Di balik viralnya jalan di Lampung yang rusak parah
Warga bersorak sorai. Arinal Djunaidi pun bertepuk tangan. Sejurus kemudian, Gubernur Lampung itu tertawa. Itu terjadi setelah Presiden Joko Widodo memastikan sebagian jalan di Lampung yang bertahun-tahun rusak akan diperbaiki pemerintah pusat. Karena jalan itu sudah lama rusak.
"Semangatnya kita ingin memperbaiki, jalan-jalan yang kita lihat baru saja tadi, baik jalan kabupaten, provinsi, jalan kota rusak parah. Masyarakat harus tahu, ada tanggung jawab jalan nasional di pemerintah pusat, jalan provinsi di gubernur, jalan kabupaten di bupati/wali kota," kata Jokowi setelah meninjau jalan rusak di Lampung, Jumat (5/5).
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu kemudian menyampaikan, pemerintah pusat akan menggelontorkan dana sebesar Rp800 miliar untuk perbaikan jalan di Propinsi Lampung. Anggaran itu untuk perbaikan 15 ruas jalan di Lampung.
Warga yang mendengar itu lantas mengucap syukur. Arinal yang berdiri persis di belakang Jokowi juga terlihat tertawa dan ikut mengucap syukur. "Alhamdulillah," ujar Arinal.
Kerusakan jalan di Lampung membetot perbincangan publik setelah ada kritik dari akun TikTok Awbimax Reborn, yang dimiliki Bima Yudho Saputro. Kritikan tersebut viral dan berbuntut pelaporan Bima ke kepolisian oleh kuasa hukum Pemprov Lampung. Karena banjir kritik, laporan dicabut.
Belakangan, Presiden Jokowi meninjau langsung kondisi jalan itu. Dengan menumpangi mobil sedan, Presiden melewati jalan lain dari yang sudah disiapkan. Jokowi akhirnya beralih menggunakan jip setelah indikator mobil sedan yang ditumpangi sempat menyala saat melalui jalan yang rusak.
Lampung tak 'istimewa'
Panjang jalan kabupaten/kota di Provinsi Lampung pada 2021 mencapai 17.774 kilometer (km). Jalan yang menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota hanya 5.236 km (29,45%) dalam kondisi baik dan 4.768 km (26,82%) dalam keadaan sedang. Sisanya, sebanyak 2.368 km (13,32%) dan 5.402 km (30,39%) dalam kondisi rusak berat dan rusak.
Sementara jalan provinsi pada 2021 sepanjang 1.693 km. Jalan di bawah tanggung jawab gubernur Lampung ini terbagi 883 km (52,15%) dalam kondisi baik dan 393 km (23,21%) sedang. Sisanya 165 km (9,74%) dalam keadaan rusak dan 252 km (14,88%) rusak berat.
Kondisi berbeda terjadi pada jalan nasional. Jalan sepanjang 1.292 km di Provinsi Lampung yang menjadi kewenangan pemerintah pusat itu 93,88% atau 1.213 km dalam kondisi baik dan sedang. Hanya 79 km yang berada dalam keadaan rusak (56 km atau 4,41%) dan rusak berat (22 km atau 1,7%).
Jalan rusak tidak hanya terjadi di Provinsi Lampung. Hampir di semua provinsi di Indonesia tidak semua kondisi jalannya bagus. Terutama status jalan kabupaten/kota. Secara nasional, panjang jalan kabupaten/kota pada 2021 mencapai 444.548 km. Dari panjang itu, 157.734 km (35,48%) dalam keadaan rusak dan rusak berat. Kondisi lebih baik terjadi pada jalan provinsi dan jalan negara.
Besarnya persentase kerusakan jalan kabupaten/kota selaras dengan panjangnya jalan jenis ini. Dari jalan di Indonesia sepanjang 546.116 km pada 2021, 444.548 atau 81,4% di antaranya merupakan jalan kabupaten/kota. Sedangkan jalan negara dan jalan provinsi masing-masing hanya 47.017 km (8,61%) dan 54.551 km (9,99%).
Ditilik dari jenis permukaan, sebagian besar jalan di Indonesia sudah diaspal. Panjang jalan beraspal mencapai 366.301 km atau 67,07%. Sisanya sepanjang 179.815 km (32,92%) belum beraspal. Baik masih berupa tanah liat, konstruksi kerikil atau lainnya.
Dibandingkan dengan provinsi lain, kerusakan jalan di Lampung sebenarnya tidak 'istimewa'. Jika dirangking 10 provinsi dengan panjang jalan provinsi rusak berat pada 2021, Lampung berada di posisi 9. Posisi pertama ditempati Nusa Tenggara Timur, disusul Riau, dan Papu Barat. Sebanyak 10 provinsi dengan panjang jalan provinsi rusak berat ini tidak satu pun berasal dari Pulau Jawa.
Panjang jalan provinsi di Lampung yang masuk kategori rusak berat hanya 252 km atau 14,88%. Sementara jalan yang rusak sepanjang 165 km atau 9,74%. Jadi, total jalan provinsi yang rusak dan rusak berat 'hanya' sepanjang 417 km dari total jalan 1.693 km atau sekitar 24,63%.
Dari 10 provinsi dengan panjang jalan provinsi rusak berat pada 2021 persentase tertinggi terjadi di Maluku Utara: 33,67%. Maluku Utara tetap menempati posisi puncak ketika panjang jalan provinsi kategori rusak ditambahkan dengan jalan rusak berat: 54,42%.
Namun demikian, dari 34 provinsi di Indonesia persentase jalan provinsi rusak dan rusak berat pada 2021 ditempati Sulawesi Barat: 65,71%. Secara umum, persentase jalan provinsi yang rusak dan rusak berat di sejumlah provinsi di Pulau Jawa cukup rendah: bergerak antara 4,12% hingga 18,64%. Sebaliknya, sebagian besar provinsi di luar Jawa persentasenya di atas 20%, bahkan lebih 40%. Provinsi dengan persentase kerusakan jalan provinsi di bawah 20% bisa dihitung jari.
Dibandingkan jalan provinsi, persentase jalan kabupaten/kota yang rusak dan rusak berat lebih besar. Khusus untuk provinsi dengan jalan kabupaten/kota terpanjang kategori rusak berat pada 2021, posisi 'istimewa' ditempati Provinsi Nusa Tenggara Timur, Riau, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Barat. Lima provinsi ini masuk dalam 10 besar provinsi untuk dua kategori: jalan kabupaten/kota dan jalan provinsi kategori rusak berat terpanjang.
Jawara provinsi dengan jalan kabupaten/kota terpanjang kategori rusak berat pada 2021 ditempati Sumatera Utara, disusul Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Jawa Timur merupakan satu-satunya provinsi di Jawa yang memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang kategori rusak berat. Ini karena Jawa Timur merupakan provinsi dengan jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia: 38.670 km.
Lebih detail, dari 34 provinsi di Indonesia pada 2021 ada 16 provinsi dengan persentase jalan kabupaten/kota terpanjang kategori rusak dan rusak berat di atas 40%. Yaitu Papua (48,43%), Papua Barat (48,40%), Kalimantan Barat (47,38%), Aceh (46,76%), Kalimantan Tengah (46,54%), Maluku (44,49%), dan Sulawesi Tengah (44,41%).
Lalu, Lampung (43,71%), Maluku Utara (43,55%), Sulawesi Tenggara (42,95%), Nusa Tenggara Timur (42,71%), Sumatera Utara (42,69%), Kalimantan Utara (42,24%), Riau (42,05%), Sulawesi Barat (41,92%), dan Bengkulu (41,90%). Ke-16 provinsi ini semua di luar Jawa.
Secara umum, persentase jalan kabupaten/kota yang rusak dan rusak berat di sejumlah provinsi di luar Jawa cukup tinggi. Sebaliknya, persentase jalan kabupaten/kota yang rusak dan rusak berat di sejumlah provinsi di Pulau Jawa cukup rendah: di bawah 20%.
Kecelakaan dan kerugian
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno membeberkan penyebab dominan jalan di Indonesia cepat rusak. Bahkan, terkadang kerusakan terjadi selang beberapa hari setelah diaspal ataupun dicor. Pertama, spesifikasi maupun material jalan yang dikerjakan kontraktor pemenang lelang di bawah standar. Kedua, maraknya truk dengan kelebihan muatan dan dimensi berlebih alias over dimension and over load (ODOL). Ketiga, ketiadaan saluran irigasi yang baik di samping jalan yang dibangun.
Di masa Orde Baru, kata akademikus Unika Soegijapranata itu, penyebab dominan jalan rusak adalah konstruksi di bawah standar. Saat ini, dia menduga, penyebab dominan adalah truk ODOL. "Pemerintah cenderung menyalahkan truk ODOL. Padahal, dua-duanya punya kontribusi besar," kata pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia itu kepada Alinea.id, Senin (8/5).
Di luar ketiga faktor di atas, kata Djoko, praktik return feejuga mempercepat jalan rusak. Return fee adalah pemberian honor tambahan dari kontraktor pelaksana pemenang lelang kepada pihak lain, yaitu konsultan pengawas. Sebutan return fee adalah cahsback.
Di masa lalu, ujar Djoko, hanya 10-15%. Saat ini return fee dan biaya lain-lain, seperti bayar LSM atau preman, bisa 30%. Ditambah pajak 10% dan keuntungan kontraktor 10%, 50% sisanya untuk pengerjaan proyek. "Proyek jalan 50% dari nilai kontrak ini sudah cukup bagus," kata dia.
Return fee ini, urai Djoko, biasanya diberikan kontraktor pelaksana ke konsultan pengawas. Juga ke pemilik proyek lewat tim pengadaan hingga pejabat pembuat komitmen. Ini terjadi karena konsultan pengawas tidak membayar gaji secara optimal ke personal yang mengawasi pekerjaan. Pasalnya, konsultan pengawas juga memberikan return fee ke pemilik pekerjaan. Sementara kontraktor pelaksana, ujar Djoko, memberi cashback agar dimenangkan dalam lelang.
Akibat 'simbiose mutualisme' ini, konsultan pengawas tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Konsultan pengawas yang seharusnya membantu pemerintah mengawasi proyek yang berjalan justru bersekutu dengan kontraktor pelaksana. Djoko menunjuk banyaknya kasus korupsi proyek infrastruktur yang ditangani KPK. "Karena temuan (pengawasan) dijadikan teman," kata Djoko.
Jalan yang rusak, jelas Djoko, berpengaruh terhadap layanan transportasi umum. Jarak tidak begitu panjang, tapi waktu tempuh bisa lebih lama. Penumpang menjadi tidak nyaman, lalu meninggalkan transportasi umum. Selain itu, jalan rusak membuat kendaraan cepat rusak, umur kendaraan jadi pendek dan biaya pemeliharaan menjadi lebih tinggi. Kecelakaan juga bisa lebih tinggi.
Selama kurun waktu 2017-2021, jumlah kecelakaan lalu lintas mengalami penurunan rata-rata 0,16% per tahun. Penurunan jumlah kecelakaan diikuti penurunan jumlah korban meninggal dunia, luka berat, dan luka ringan yaitu masing-masing turun 4,75%, 7,73%, dan 0,76%. Namun demikian, kerugian materi akibat kecelakaan mengalami peningkatan rata-rata 3,25% per tahun.
Kepolisian RI mencatat, jumlah kecelakaan sepanjang 2021 sebanyak 103.645 kasus, meningkat 3,62% dibandingkan tahun 2020 dengan 100.028 kejadian. Kecelakaan tersebut mengakibatkan 153.732 orang menjadi korban dengan komposisi korban luka ringan 76,70%, luka berat 6,86%, dan meninggal 16,44%. Sementara nilai kerugian materi yang dialami pada tahun itu sebesar Rp246,653 miliar.
Hapus return fee dan ODOL
Menurut Djoko, praktik return fee, ODOL, dan yang lain membuat usia jalan baru kurang dari usia teknis: 10 tahun. Agar usia jalan sesuai yang direncanakan, Djoko menyarankan praktek return fee proyek pemerintah dihapuskan. Tujuannya ara kualitas jalan sesuai spesifikasi teknis. Provinsi Jawa Tengah sudah melarang return fee. Ini bisa ditiru daerah lain.
Lalu, jelas Djoko, aktivitas truk ODOL harus segera dihentikan. "Percuma membangun jalan jika masih ada aktivitas truk ODOL yang bikin jalan cepat rusak dan memboroskan biaya perawatan jalan. Aktivitas truk ODOL merusak aset negara," jelas dia.
Masyarakat dapat melaporkan ke polisi jika masih ada mobil barang yang kelebihan dimensi dan muatan beroperasi. Polisi, jelas Djoko, berkewajiban menghentikan kendaraan tersebut. Selain mempercepat kerusakan jalan juga rawan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Menurut dia, hampir setiap hari terjadi kecelakaan kendaraan angkutan barang.
Terakhir, Djoko meminta Kementerian Dalam Negeri mengurangi belanja operasional dan menaikkan belanja modal. Komposisi belanja modal harus lebih besar ketimbang biaya operasional. Caranya, fasilitas pejabat yang berlebihan, misalnya biaya perjalanan dinas, mobil dinas lebih satu dan harganya mahal, harus dipangkas.
Tidak perlu semua pejabat di bawah kepala daerah diberikan kendaraan dinas. Menurut Djoko, cukup ada kendaraan operasional. Sebaliknya, Aparatur Sipil Negara bisa menggunakan angkutan umum yang murah untuk ke tempat kerja. "Keharusan ini berarti kepala daerah berkewajiban membenahi kondisi transportasi umum di daerahnya. Tidak seperti sekarang, transportasi umum dibiarkan mati pelan-pelan dan tidak ada upaya kepala daerah membenahi menjadi lebih baik," jelas Djoko.