Di dalam seminar bertajuk “Uniting Against the Next Attack” yang diadakan United Nations Security Council Counter Terrorism Executive Directore (UN-CTED) dan University of Chicago Project on Security & Threats (Cpost) di Chicago, Amerika Serikat, Kapolda Bali Irjen Petrus Reinhard Golose menerangkan penanganan terorisme di tanah air.
"Selama ini kami dapat mengelola krisis pascaserangan teroris secara cepat dan terukur, hingga bagaimana tragedi bom Bali 1 dan 2, bom Thamrin 2016, bom Surabaya 2018, dan bom Medan 2019 ditangani secara cepat," kata Petrus dalam keterangan tertulis yang diterima Alinea.id, Sabtu (23/11).
Ia tak menampik, kini kelompok teroris selalu melakukan propaganda melalui media sosial. Menurutnya, sebagai garda terdepan penanganan terorisme, Polri dipermudah dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Ini efektif dalam pelaksanaan preemptive strike untuk pencegahan serangan terorisme hingga antisipasi propaganda hoaks menggunakan platform media sosial," ujar Petrus dalam seminar tentang penanganan terorisme yang diadakan pada 21-23 November 2019 itu.
Petrus pun mengungkapkan kebangkitan situasi Bali setelah teror bom pada 2002 dan 2005. Menurut dia, Bali bisa bangkit karena ada kerja sama antarpemangku kepentingan. Kerja sama itu juga diterapkan untuk sejumlah daerah terjadi teror bom oleh kelompok teroris.
Sementara itu, assistant secretary-general & executive director UN-CTED Michele Coninsx mengatakan, Indonesia memang dipandang selalu mampu bangkit dari serangan teror dan mampu mengatasinya. Menurutnya, Amerika sendiri belajar bagaimana manajemen risiko penangaan teror berbagai level dari Indonesia.
Michele pun mengakui, saat ini kelompok teroris semakin memiliki kemajuan. Untuk mengatasi hal itu, ia berharap ada kerja sama yang baik antarnegara dan lembaga.
"Saat ini terorisme sedang berevolusi, maka kita juga harus berevolusi dengan cara meningkatkan hubungan baik dengan negara lain dan juga akademisi," ucap Michele.