Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (4/5).
"Amar putusan mengadili, dalam pengujian formil menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Dalam permohonan materiil, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK, Anwar Usman, saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (4/5).
Putusan itu dibuat dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang diikuti Anwar, Aswanto, Enny Nurbaningsih, Manahan MP Sitompul, Daniel Yusmic P. Foekh, Arief Hidayat, Saldi Isra, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams.
Hakim konstitusi Aswanto menilai, ketentuan mengharuskan KPK meminta izin kepada Dewan Pengawas (Dewas) untuk melakukan penyadapan tidak dapat dikatakan sebagai pelaksanaan check and balances. Alasannya, Dewas bukanlah aparat penegak hukum sehingga tidak memiliki kewenangan pro justitia.
"Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan, tindakan penyadapan yang dilakukan pimpinan KPK tidak memerlukan izin dari Dewas," jelasnya.
MK berpandangan, kewajiban pimpinan KPK mendapatkan izin Dewas untuk menyadap tidak saja merupakan campur tangan atau intervensi. Namun, juga bentuk nyata tumpang tindih kewenangan dalam penegakan hukum.
"Dengan kewenangan demikian merupakan ancaman bagi independensi lembaga penegak hukum yang pada akhirnya dapat melemahkan eksistensi prinsip negara hukum," ucapnya.
Maka, Pasal 12B ayat 1 UU 19/2019 tersebut harus dinyatakan inkonsitusional. Sebagai konsekuensi yuridis, maka Pasal 12B ayat (2), (3), dan (4) tidak relevan lagi dipertahankan dan dinyatakan pula inkonstitusional.
"Selain itu, frasa dipertanggungjawabkan dalam Pasal 12C ayat (2) harus dinyatakan inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai menjadi diberitahukan kepada Dewan Pengawas," imbuh Aswanto.
Kemudian, dalil pemohon yang menyatakan Pasal 1 angka 3 dan Pasal 3 UU 19/2019 bertentangan dengan UUD 1945 karena posisi KPK akan masuk dalam rumpun eksekutif dan melemahkan independensinya disebut beralasan menurut hukum untuk sebagian.