close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Mantan Direktur Utama Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Emirsyah Satar bersiap menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/12). /Antara Foto
icon caption
Mantan Direktur Utama Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Emirsyah Satar bersiap menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/12). /Antara Foto
Nasional
Senin, 30 Desember 2019 20:00

Didakwa kantongi Rp46 miliar, eks bos Garuda mengaku khilaf

Emirsyah Satar memilih tidak mengajukan nota keberatan terhadap dakwaan JPU KPK.
swipe

Bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Emirsyah Satar tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Satar mengaku lebih memilih 'adu kuat' dalam proses pemeriksaan saksi di persidangan.  

"Saya mohon maaf dan saya khilaf. Dan, tidak semua dikatakan dalam dakwaan itu benar sehingga saya meminta majelis hakim pengadilan untuk dapat memutus seadil-adilnya. Untuk itu, saya tidak mengajukan eksepsi," kata Satar dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (30/12).

Sebelumnya, JPU KPK Lie Putra Setiawan mendakwa Satar telah menerima  uang sebesar Rp5,8 miliar, US$884 ribu, 1 juta Euro, serta 1,1 juta Dollar Singapura dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan perawatan mesin pesawat di maskapai pelat merah itu. Jika dikonversi, maka uang yang diterima Satar mencapai Rp46,1 miliar.

Menurut Lie, uang tersebut diperoleh dari bekas Direktur Mugi Reksa Abadi (MRA) Soetikno Soedardjo. "Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis," kata Lie. 

Lie menyebut Satar menerima suap karena bantuannya dalam meloloskan pengadaan pesawat Airbus A.330 series, pesawat Airbus A320, pesawat ATR 72 serie 600, pesawat Canadian Regional Jet 1.000 NG, serta pembelian dan perawatan mesin pesawat Rollsroyce Trent 700.

Dikatakan Lie, Satar dibantu dengan Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia dan kapten Wahyudo dalam melakukan intervensi pengadaan tersebut.

"Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," ujar Lie.

Atas perbuatannya, Satar didakwa melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan