Pakar Hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menilai, upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengusut perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek BTS 4G di BAKTI Kominfo bermuatan politis. Banyak hal yang terlihat dipaksakan dalam menyukseskan dakwaan jaksa kepada para pelaku rasuah.
“Jadi ada indikasi kasus ini semula adalah untuk memukul Nasdem, terlihat juga ketika terdakwanya terus tambah belakangan ini. Jadi kejaksaan ini bertindak politis bukan projustitia,” katanya saat dikonfirmasi, Sabtu (4/11).
Chairul mengatakan, salah satu keanehan yang muncul adalah dugaan kerugian negara. Padahal, proyek pembangunan menara BTS itu, masih berjalan sampai saat ini.
Sebelumnya, dari hasil audit BPKP disebutkan bahwa kerugian keuangan negara akibat proyek BTS 4G tersebut sebesar Rp8,03 triliun dengan rincian Rp1,8 miliar dari kajian pendukung proyek BTS, Rp679,6 miliar merupakan kerugian untuk 958 menara BTS yang sudah dibangun dan Rp7.350,7 miliar kerugian dari 3.242 menara BTS yang belum terbangun.
Seharusnya, kerugian keuangan negara belum bisa disimpulkan terhadap sebuah pekerjaan yang belum selesai. Ia menekankan hal itu sejak menjadi saksi ahli untuk terdakwa Galumbang.
“Jika benar proyeknya belum selesai, maka tidak mungkin dapat ditetapkan kerugian keuangan negara yang nyata dan pasti jumlahnya,” ujarnya.
Dia mengatakan, seharusnya proyek BTS 4G tersebut tidak masuk ke ranah pidana karena masih belum ada data dan fakta nyata tentang kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut.
“Mengingat kasus ini belum ada kerugian negara yang nyata dan pasti, maka kasus ini tidak bisa masuk ke domain hukum pidana,” ucapnya.
Aspirasi terdakwa
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, juga berupaya mematahkan tuntutan JPU. Ia pun sanksi penetapannya sebagai tersangka-hingga kini menjadi terdakwa-didasari bukti-bukti kuat. Bagi politikus Partai Nasdem ini, ia dijerat karena motivasi politik.
"Sejak awal saya ditetapkan sebagai tersangka, tidak dapat dipungkiri begitu banyak pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa penetapan saya sebagai tersangka tidak terlepas dari situasi politik yang sedang terjadi pada saat itu," tuturnya dalam persidangan, Rabu (1/11).
Dalam nota pembelaannya, menurutnya, apa yang didakwakan kepadanya oleh KPU tidak didukung alat bukti yang sah dan lengkap.
Johnny Plate dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Selain itu, juga dibebankan membayar uang pengganti Rp17,8 miliar subsider tujuh tahun enam bulan penjara.
Ia pun heran dengan langkah JPU yang monoton. Johnny berpendapat, surat tuntutan yang dibacakan pada pekan lalu terdengar familiar dengan dakwaan pada sidang pertama.
"Padahal, berdasarkan fakta persidangan, semua dakwaan yang didalilkan kepada saya telah terbantahkan," ujarnya.
Kubu terdakwa Irwan Hermawan dan Galumbang Menak Simanjuntak, pun angkat suara. Melalui kuasa hukumnya Romulo Silaen, keduanya menilai JPU memberikan pernyataan yang menyesatkan dengan menuding proyek mangkrak.
Proyek tersebut sempat tersendat karena pandemi Covid-19 dan kondisi menara bermasalah. Namun, persentase penyelesaian proyek nyaris rampung.
"Tetapi itu bukan mangkrak. Toh, setelah pandemi kan, proyeknya berjalan lagi," katanya, saat dikonfirmasi, Kamis (2/11).
Romulo menilai, perhitungan kerugian negara oleh BPKP tidak berdasar. Sebab, pekerjaan nyaris selesai sehingga kerugian semestinya tidak muncul.
"Kerugian negara itu harus nyata dan pasti. Jadi, bagaimana mau menghitung kerugian kalau proyeknya saja masih berjalan sampai saat ini?" tanya dia.