close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Dokumentasi Pemkab Cilacap
icon caption
Ilustrasi. Dokumentasi Pemkab Cilacap
Nasional
Rabu, 15 Maret 2023 20:30

Diduga jadi korban mafia tanah, seorang nenek laporkan notaris

Modus operandi yang berlaku, seharusnya melahirkan akta perjanjian hutang piutang namun justru lahir akta jual beli. 
swipe

Seorang nenek berumur 74 tahun berinisial NS, melaporkan seorang yang berprofesi sebagai notaris PPAT Daerah Bojonegoro Jawa Timur ke Kepala Kantor Pertanahan Bojonegoro, yang juga menjabat sebagai Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah Bojonegoro. Nenek itu diduga menjadi korban mafia tanah dengan adanya pemindahan hak milik dalam sertifikat tanahnya.

Pengacara nenek tersebut, Gurun Arisastra menginginkan pemberhentian secara tidak hormat diberikan kepada notaris itu. Kliennya menjadi korban dugaan mafia tanah dengan modus operandi yang seharusnya melahirkan akta perjanjian hutang piutang namun justru lahir akta jual beli. 

"Iya, kami melaporkan notaris yang juga sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Yudi Aryono Basuki ke Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah Bojonegoro," katanya kepada wartawan, Rabu (15/3).

Menurutnya, kerugian sang klien berupa aset tanah yang di atasnya berdiri bangunan nilai pasarnya Rp12,1 miliar. Sertifikat hak milik kliennya kini beralih kepada orang lain padahal hutang piutang sebesar Rp3 miliar.

Hal ini menunjukan adanya dugaan pelanggaran atas pelaksanaan jabatan atau tidak melaksanakan kewajibannya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

"Namun justru notaris mengunakan jabatannya sebagai pejabat pembuat akta tanah melahirkan akta jual beli bukan akta perjanjian hutang piutang," ujarnya.

Ia menyampaikan, kliennya melakukan pinjaman hutang terhadap inisial APW sebesar Rp3 miliar namun yang diterima oleh kliennya hanya sekitar Rp2,7 miliar. Alasannya, Rp300 juta itu sebagai biaya administrasi dan lain sebagainya.

APW kemudian menunjuk salah satu notaris yang juga menjabat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Bojonegoro yakni Yudi Aryono Basuki. Agar sertifikat dijaminkan dengan dititipkan pada notaris tersebut dan dibuatkan perjanjiannya.

Sang nenek diminta untuk membubuhkan tanda tangannya, namun tidak dibacakan akta tersebut oleh notaris. Tidak lama, kliennya diberitahu oleh salah satu instansi di Pemerintahan Kabupaten Bojonegoro bahwa sertifikat hak miliknya telah beralih kepemilikan atas nama inisial APW.

"Klien kami kaget ternyata yang seharusnya ditandatangani oleh klien kami akta perjanjian hutang piutang namun lahir akta jual beli. Kemudian pada saat terjadi penandatangan itupun hanya pihak dari klien kami saja bersama notaris PPAT tersebut sedangkan APW tidak ada di kantor notaris tersebut," ungkap Gurun.

Gurun menambahkan bahwa laporan atau pengaduan ini juga akan disampaikan ke Kepala Badan Pertanahan Nasional RI. Disisi lain kasus ini juga akan dilaporkan pada kepolisian. 

"Iya kami akan tembuskan pula pengaduan ini ke pusat yakni ke Kepala Badan Pertanahan Nasional atau Kementerian Agraria dan Tata Ruang karena Majelis Pembina dan Pengawas Pusat berada pada tingkat kementerian dan kami akan laporkan juga secara pidana ke kepolisian," tutur Gurun

Menurutnya, notaris tersebut diduga melakukan pelanggaran pada Pasal 21 Ayat 3 dan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 

"Dikarenakan salinan akta tidak diberikan kepada klien kami, dan juga dalam menjalankan profesinya akta tidak dibacakan dan dijelaskan kepada klien kami serta pihak yang hadir dalam penandatangan tersebut hanya dari pihak klien kami, seharusnya kan pihaknya lengkap. Kami laporkan dia kapasitasnya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah," katanya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan