close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pengguna narkoba. Alinea.id/DebbieAlyw.
icon caption
Ilustrasi pengguna narkoba. Alinea.id/DebbieAlyw.
Nasional
Jumat, 19 Agustus 2022 17:08

JRKN serukan dikriminalisasi pengguna narkotika dalam revisi Undang-Undang Narkotika

Pemidanaan pengguna narkotika dalam undang-undang masih dilihat sebagai borok.
swipe

Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN) mendesak komitmen nyata pemerintah dan DPR dalam revisi Undang-Undang Narkotika. Menurut JRKN, norma dalam undang-undang tersebut dinilai problematik, nir-perspektif, dan rentan menjadi transaksional.

"JRKN mengingkatkan bahwa ada yang salah dalam tata kelola Narkotika serta kebijakan yang memayunginya yaitu dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika," demikian keterangan tertulis JRKN, dikutip Jumat (19/8). 

JRKN menilai, pendekatan pemidanaan bagi pengguna narkotika yang masih diberlakukan dalam undang-undang tersebut merupakan kecacatan yang paling terlihat dalam kebijakan terkait narkotika. Disebutkan mereka, dalam undang-undang tersebut dijelaskan di awal bahwa terdapat jaminan pengguna narkotika memperoleh intervensi kesehatan berupa rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial.

Namun, mereka menilai, jaminan rehabilitasi justru menjadi celah transaksional yang mengarah menjadi 'mesin ATM' bagi aparat nakal.

"Pengguna Narkotika tetap dibayang-bayangi penghukuman, dengan adanya kontradiksi Pasal 111, 112, 114 Vs. Pasal 127. Sedangkan untuk mendapatkan rehabilitasi, pengguna narkotika 'bergantung' pada aparat, yang membuka ruang munculnya aparat korup dan menguras tersangka/terdakwa kasus narkotika," ujar mereka.

Lebih lanjut, JRKN mengungkapkan, pendekatan pemidanaan bagi pengguna narkotika membuat negara kehilangan kesempatan untuk mengatur tata kelola narkotika. Akibatnya, pihak diuntungkan adalah aparat korup yang didukung oleh sistem yang hancur.

Hal ini, kata mereka, merugikan negara termasuk mencederai institusi aparat penegak hukum itu sendiri. JRKN menilai penting bagi pemerintah dan DPR untuk membahas opsi adanya pasar teregulasi narkotika.

Sebab, menurut mereka, ada penggunaan narkotika yang harus disediakan aksesnya. Dalam hal ini, negara harus mengatur tata kelolanya secara ketat dan tidak menyerahkan peredaran narkotika pada pasar gelap yang didukung aparat korup.

"Sehingga, yang harusnya didorong dalam proses revisi UU Narkotika yang saat ini dibahas oleh Pemerintah dan DPR adalah menegaskan skema dekriminalisasi pengguna Narkotika, menjamin hilangnya faktor-faktor pendorong terjadinya lubang transaksional dalam UU Narkotika," ucapnya.

JRKN mengatakan, hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki ketentuan pidana, menjamin intervensi kesehatan langsung bagi pengguna narkotika untuk kepentingan pribadi tanpa adanya keterlibatan aparat penegak hukum, dan menjamin hukum acara pidana yang akuntabel. Hal ini dilakukan dengan pengawasan bertingkat, dan setiap upaya paksa harus diuji pengadilan untuk adanya check and balances.

Kendati demikian, JRKN menilai dalam draf revisi Undang-Undang Narkotika yang telah dikirimkan pemerintah dan DPR pada awal 2022, belum ada upaya komprehensif untuk mengatasi kebijakan narkotika yang dinilai amburadul.

"Kami menyerukan revisi UU Narkotika harus menjamin bahwa pengguna narkotika tidak menjadi subjek peradilan pidana. Ketentuan pidana harus diperbaiki, kewenangan menyita dan memusnahkan barang sitaan narkotika harus akuntabel, kewenangan upaya paksa penangkapan, control delivery dan undercover buy harus diawasi oleh hakim, dan pemerintah dan DPR mengkaji bagaimana menghadirkan pasar teregulasi narkotika. Kami benar-benar menanti sikap kritis DPR terhadap draft yang dibuat oleh pemerintah tersebut," tuturnya.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan