Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, mengatakan tidak semua temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dapat ditangani oleh lembaganya. Pasalnya, KPK memiliki batasan wewenang sesuai ketentuan.
"Transaksi mencurigakan yang diduga berasal korupsi tetapi bukan oleh pejabat negara dan aparat penegak hukum tidak diserahkan kepada KPK," kata Ghufron kepada wartawan, Kamis (23/3).
Pernyataan itu disampaikan Ghufron sebagai tanggapan atas kritik DPR pada rapat kerja bersama PPATK, Selasa (21/3) lalu. Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa, menilai penegak hukum di Indonesia tidak serius menindaklanjuti temuan PPATK terkait dugaan transaksi mencurigakan di lembaga negara.
Namun, Ghufron meyakini kritik itu bukan ditujukan untuk KPK. Hal ini, kata Ghufron, dibuktikan dengan penilaian terhadap respons KPK atas Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK yang berada di atas standar.
"Kami menghargai penilaian tersebut dan kami tentu akan terus memperbaiki kinerja respons atas LHA PPATK. Walau kami yakin, penilaian tersebut bukan untuk KPK," ujar dia.
Lebih lanjut, imbuh Ghufron, KPK hanya berwenang mengusut dugaan korupsi yang dilakukan penegak hukum maupun penyelenggara negara. Bahkan, lanjutnya, sebagian temuan transaksi mencurigakan dari PPATK tidak diberikan ke KPK.
Ghufron pun mengungkit polemik kasus harta jumbo mantan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo. Diungkapkan Ghufron, laporan hasil analisis PPATK yang diberikan ke KPK terkait Rafael bersifat untuk pengawasan.
"Seperti halnya kasus LHA PPATK (milik) RAT (Rafael) yang disampaikan kepada KPK tahun 2013, itu untuk dimonitor oleh KPK, tetapi tertujunya bukan KPK," tutur Ghufron.
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam raker DPR pada Selasa (21/3), menerangkan bahwa informasi dan hasil analisis PPATK atas dana lebih dari Rp300 triliun di Kemenkeu tersebut mengandung TPPU kepabeanan, cukai, dan pajak.
"Jika tidak ada kandungan indikasi TPPU, enggak akan disampaikan ke pihak mana pun, hanya jadi data base," ujar Ivan.
Apabila hasil temuan PPATK berupa adanya korupsi, sambung Ivan, laporan hasil analisis akan diserahkan kepada para aparat penegak hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, atau kejaksaan.
Mengingat hasil analisis itu menunjukkan adanya TPPU kepabeanan, cukai, dan perpajakan, maka PPATK menyerahkannya kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sayangnya, ungkap Ivan, temuan PPATK tak sepenuhnya ditindaklanjuti Kemenkeu.
"Kalau genus-nya kepabeanan ke Bea Cukai dan kalau pajak ke perpajakan, tak 100% ditindaklanjuti. Terkait dengan apakah sudah ditindaklanjuti? Belum semua, masih ada pendalaman. Ada yang sudah sampai finis: sudah dihukum, dipecat, di P-21, sudah dimutasi, dan sebagainya. Tapi, banyak juga yang belum ditindaklanjuti," papar dia.