close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi laboratorium. Foto Pixabay
icon caption
Ilustrasi laboratorium. Foto Pixabay
Nasional
Minggu, 23 Januari 2022 12:06

Dilebur ke BRIN, eks kepala LBM Eijkman ungkap bahaya kebocoran data informasi genetik

Selain mengandung informasi genetik tentang individu terkait, sampel-sampel tersebut juga memiliki potensi ancaman.
swipe

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menerapkan kebijakan sentralisasi kepada Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. Kegiatan riset dipusatkan di Cibinong Science Center. Sebab, konsep yang dianut BRIN adalah coworking space. Jadi, satu ruangan dipakai ramai-ramai. Tak terkecuali, pemakaian alat-alatnya.

“Itu menjadi problem, karena kami yang bertahun-tahun bergerak di bidang riset ilmu, bukan hayati biasa, tetapi juga ilmu kesehatan, yang mana kami menangani sampel-sampel yang berasal dari Malaysia, dan itu berpotensi mikroba yang bisa membahayakan manusia dan lingkungannya,” tutur Mantan Kepala LBM Eijkman Amin Soebandrio dalam diskusi virtual, Minggu (23/1).

Selain mengandung informasi genetik tentang individu terkait, sampel-sampel tersebut juga memiliki potensi ancaman. Jadi, informasi genetik masing-masing individu saat ini sangat diincar. Ke depannya, justru informasi genetik perorangan itu menjadi sangat penting dan rentan disalahgunakan pihak tertentu.

Penyalahgunaan informasi genetik bisa berupa dikomersialkan. Dari segi keamanan nasional (security) ini juga bisa bernilai strategis. Sebab, informasi genetik bisa menjelaskan bangsa Indonesia. “Misalnya, (jika itu) dikuasai oleh asing, maka ke depannya, kami bisa bayangkan negara tertentu yang mungkin punya niat tidak baik terhadap Indonesia, dia bisa bikin sesuatu yang spesifik terhadap genetiknya orang Indonesia,” ujar Amin.

“Ini seperti cerita fiktif ya, tetapi itu bisa terjadi,”.

Coworking space, kata dia, memungkinkan kebocoran data informasi genetik. Sebab, urusan memeriksa informasi genetik tersebut harus memerlukan tempat yang ekslusif. “Iya (risiko kebocoran data informasi genetic), karena semua orang kan bisa masuk, lha enggak mungkin kami misalnya setelah kerja diberikan waktu 4 jam di situ, kemudian kita beresin semua, digital trace itu tidak selalu bisa hilang,” ucapnya.

Selain itu, peraturan terbaru BRIN melarang peneliti LBM Eijkman merekrut riset asisten. Kecuali, riset asisten yang sudah berstatus ASN. Padahal, tidak mungkin bisa merekrut ASN untuk dipekerjakan sebagai riset asisten, karena mereka sudah memiliki pekerjaan masing-masing.

Di sisi lain, peneliti LBM Eijkman bekerja dengan bahan-bahan organik. Jadi, memerlukan riset asisten untuk mengoptimalkan kinerjanya. Apalagi, LBM Eijkman harus juga dibantu tenaga teknisi, hingga tenaga administrasi. “Misalnya, kami harus mengambil sampel di daerah-daerah terpencil, kan enggak mungkin. (Ibarat) kalau peneliti sawah, dia harus macul sendiri, membajak sendiri, mengairi sendiri, itu harus kita lakukan sendiri,” tutur Amin.

Peneliti memiliki riset asisten merupakan praktik umum di luar negeri. Riset asisten dikontrak sesuai dengan lama proyeknya. “Kalau bagus ya kami perpajangan. Dan, selama ini kami memberikan kesempatan kepada riset asisten itu untuk mendapatkan jenjang lebih tinggi apakah S2 dan S3. Fleksibilitas dari seorang peneliti dalam memperoleh keberhasilan tertentu. Dengan digabung ini fleksibilitasnya kurang. Itu kendalanya,” ujar Amin.

img
Manda Firmansyah
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan