Aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Sekretariat DPRD Banten mengeluhkan tagihan uang bahan bakar minyak (BBM) yang diminta dikembalikan ke kas negara. Mereka harus mengeluarkan uang lebih dari Rp10 juta untuk pengembalian dana tersebut. Padahal, mereka tidak mengetahui jika jatah BBM melebihi ketentuan.
“Saya enggak tahu apa-apa, kang. Tiba-tiba ditagih uang. Katanya buat pengembalian temuan BPK. Ya emang benar saya juga terima jatah kupon BBM itu. Tapi, tagihannya kenapa bisa sampai segini,” kata sumber yang meminta namanya untuk dirahasiakan, Jumat (5/7).
Sumber tersebut mengatakan, permintaan pengembalian uang kelebihan BBM itu terjadi pada pertengahan puasa. Dia mengeluh saat diminta uang itu. Akibatnya, rencana mudik pada Idulfitri belum lama ini tertunda.
“Dua minggu lagi mau lebaran diminta uang pengembalian. Mau gimana lagi, terpaksa menunda mudik ke kampung halaman. Uang yang udah saya siapkan buat keluarga, harus saya alihkan ke sana (tagihan pengembalian BBM),” ujarnya.
Meski sudah merelakan kebijakan itu, dia berharap petinggi di lingkungan kerjanya bisa lebih bijak. Sebab, dia merasa jatah penerimaan kupon BBM di lingkungan DPRD Banten sudah sesuai dengan tugas dan tanggung jawab.
“Kalau ada temuan dan ada pengembalian, harusnya menjadi tanggung jawab pimpinan. Kita di bawah gak tau apa-apa. Dikasih kupon BBM, ya terima saja. Harusnya masalah ini pimpinan yang menyelesaikan,” tutur sumber tersebut.
Setali tiga uang, anggota Komisi I DPRD Banten Aries Halawani mengatakan, tanggung jawab pengembalian kelebihan BBM seharusnya dibebankan langsung kepada pejabat eselon yang menerima jatah pemberian tersebut.
Jika di lapangan ada pejabat yang harus bertanggung jawab untuk mengembalikan padahal bukan kewenangannya, maka itu bagian dari pelanggaran. “Jatah BBM itu harus sesuai kewenangan. Itu tidak bisa diatur sendiri, enggak boleh. Regulasi tidak seperti itu. Kalau buat eselon III sebanyak 60 liter, harus menerima segitu. Kalau lebih, itu jelas namanya pelanggaran,” kata Aries.
Politikus Partai NasDem ini menyayangkan jika ada pihak di lingkungan DPRD Banten harus menanggung beban pengembalian BBM yang bukan merupakan jatahnya. Padahal, jatah BBM sudah diatur sesuai nama pejabat yang tercantum dalam daftar penerima.
“Kalau ada temuan, bukan staf yang bertanggung jawab. Tapi pejabat yang dapat jatah BBM itu sendiri. Itu pejabat eselon, karena dia terdaftar untuk pemakaian BBM,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi, Sekretaris DPRD Banten Deni Hermawan mengaku tidak mau berkomentar lebih jauh. Dia hanya menyatakan, tagihan itu diberikan bagi pegawai yang memakai BBM dengan melebihi ketentuan.
“No comment lah kalau soal itu. Itu kan melekat pada masing-masing pribadi,” katanya.
Meski demikian, Deni memastikan Sekretariat DPRD Banten sudah melaksanakan rekomendasi BPK terkait kelebihan anggaran penggunaan BBM yang membengkak hingga Rp405,7 juta. Pihaknya juga sudah mengembalikan temuan tersebut ke kas negara beberapa waktu lalu.
“Prinsipnya, kami hanya melakukan tugas sesuai aturan yang ada. Jadi, saya kira temuan BPK kemarin itu sudah selesai karena sudah kami bereskan, sesuai rekomendasi dari BPK sebelum tenggat waktu yang ditentukan,” ujarnya.