Seorang anggota Kepolisian Republik Indonesia yang dipecat lantaran homoseksual menggugat pemecatannya.
Ma'ruf Bajammal, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, bertindak selaku pengacara mantan anggota polisi berinisial TT itu akan mengajukan upaya banding Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Semarang.
Dia menilai, putusan PTUN atas kasus polisi tersebut tidak tepat. PTUN Semarang menyatakan tidak dapat menerima gugatan penggugat lantaran polisi TT belum menempuh keberatan atas pemecatan dirinya melalui jalur internal Polri.
"Selaku penasihat hukum, kami memastikan akan mengajukan upaya hukum banding ke PTTUN," ujarnya saat konferensi pers di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (26/5).
Seorang anggota polisi dengan pangkat brigadir dua berinisial TT dipecat dari statusnya sebagai anggotoa kepolisian oleh Polda Jawa Tengah. Pemecatan dilakukan lantaran yang bersangkutan melakukan pelanggaran kode etik kepolisian berupa penyimpangan seksual.
Maruf menambahkan, PTUN dianggap tidak memiliki dasar yang kuat dalam putusannya. Alasan penolakan PTUN dianggap tidak ada upaya administratif yang dilakukan penggugat tidak tepat. Pasalnya, instrumen yang bisa ditempuh penggugat juga tidak tersedia pascapemecatannya dari anggota Polri.
Dalam regulasi internal Polri, kata Ma'ruf, setelah terbitnya pemecatan tidak ada upaya hukum setingkat banding yang tersedia bagi penggugat menyikapi pemecatannya.
Oleh karena itu, pihaknya akan mengadukan perihal itu ke Ombudsman RI. Menurut dia, ada praktik maladministrasi yang dilakukan Polri karena tidak menyediakan upaya hukum bagi siapa pun yang dipecat.
"Kami akan melaporkan dugaan maladministrasi yang dilakukan Polda Jateng ke Ombudsman RI dalam minggu ini," kata Ma'ruf.
Brigadir TT dipecat karena dianggap melanggar kode etik polri. Namun, kode etik yang dianggap dipakai Polda Jateng saat memecat Brigadir TT tidak jelas.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Asmin Fransiska mempersoalkan pemecatan brigadir TT karena alasan perbedaan orientasi seksual. Asmin Fransiska yang akrab dipanggil Siska itu mengungkapkan tidak ada korelasi penyimpangan seksual dengan kinerja TT sebagai anggota Polri.
Brigadir TT, sambung Siska, tidak memiliki persoalan dalam standar moral yang dianut. Mahkamah Konstitusi (MK) pernah mendefinisikan soal standar moral pejabat publik. Indikatornya itu di antaranya tidak pernah dipidana lebih dari lima tahun penjara.
Dalam standar moral itu, kata Siska, juga tidak ditemukan penyimpangan seksual sebagai moral yang bisa menjadi alasan pemecatan brigadir TT.
"Jadi pemerintah melakukan diskriminasi dan melanggar prinsip persamaan. Penghukuman yang tidak berdasar," kata dia.