Direktur Utama PT Petrokimia Gresik Rahmat Pribadi rampung diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Taufik Agustono.
Dari pantauan Alinea.id, Rahmat ke luar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 15.40 WIB, mengenakan kemeja putih dibalut dengan jaket hitam, Rahmat irit bicara kepada awak media.
Rahmat mengaku perusahaannya tak ada kaitan sama sekali dengan kerja sama transportasi pada kasus tersebut.
"Tidak ada kaitanya, tetapi itu hanya melengkapi saja," kata Rahmat, sambil berjalan ke luar Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (21/11).
Nama Rahmat, kerap disebut dalam persidangan sejumlah terdakwa kasus tersebut. Dalam surat dakwaan Bowo, dia disebut telah memperkenalkan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti dengan Bowo Sidik Pangarso guna memuluskan kontrak kerja sama transportasi. Pertemuan tersebut berlangsung di restoran Penang Bistro, Kebon Sirih, Jakarta Pusat pada 31 Oktober 2017.
Saat disinggung terkait pertemuan tersebut, Rahmat mempersilakan awak media untuk menanyakan peristiwa itu kepada penyidik.
"Tanya ke penyidik. Saya selaku warga negara ingin membantu KPK menyelidiki ini dan membuka secara terang benderang kasus ini," ujarnya.
Baginya, keterlibatan perusahaan Petrokimia Gresik dengan kerja sama tersebut sudah terang, saat memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor. Rahmat memang pernah bersaksi untuk terdakwa Bowo Sidik pada Rabu (4/9).
"Pada sidang Tipikor sebelumnya sudah terang benderang, bahwa saya hanya diikut-ikutkan saja karena ada yang mengaitkan. Kira-kira begitu," tandas Rahmat.
Dalam persidangan itu, Rahmat mengklaim namanya dicatut Bowo Sidik agar terseret dalam pusaran kasus tersebut. Bowo merupakan salah satu tersangka dalam perkara itu.
Diketahui, penetapan tersangka Taufik merupakan pengembangan dari kasus suap yang menjerat mantan anggota DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso dan anak buahnya Indung serta Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.
Taufik diduga mengetahui dan menyetujui uang suap kepada Bowo agar PT HTK dapat menjalin kerja sama transportasi bidang pelayaran dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Padahal, kontrak kerja sama kedua perusahaan itu telah diputus.
Dalam upaya merealisasikan kerja sama itu, Bowo meminta commitment fee kepada Asty. Atas permintaan itu, Asty melaporkan kepada Taufik dan menyanggupi permintaan Bowo. Kemudian, PT Pilog dan PT HTK menyepakati MoU yang salah satu hasilnya kerja sama pengangkutan dapat dikerjakan PT HTK pada 26 Februari 2019.
Namun setelah kerja sama itu terjalin, Bowo meminta PT HTK untuk membayar uang muka sebesar Rp1 miliar. Permintaan itu disanggupi tersangka Taufik. Transaksi pemberian uang itu terjadi pada rentang waktu 1 November 2018 hingga 27 Maret 2019.
Rinciannya, pada 1 November 2018 sebesar US$59.587, tanggal 20 Desember 2018 sebesar US$21.327, tanggal 20 Februari 2019 US$7.819, dan pada 27 Maret 2019 sebesar Rp89.449.000.
Atas perbuatannya, Taufik disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.