Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) Ahmadi Hasan. Hasan akan dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan suap distribusi pupuk menggunakan kapal milik PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
"Ahmadi Hasan akan diperiksa untuk tersangka AWI (Asty Winasty)," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah, dalam pesan singkat, Rabu (15/5).
KPK juga memanggil Direktur Administrasi dan Keuangan PT Pilog Teguh Hidayat Purbono, serta Marketing PT Humpuss Transportasi Kimia Beny Widata. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Asty Winasti.
Sebelumnya, KPK sudah menggeledah sejumlah ruangan di kantor PT Pupuk Indonesia Logistik dan anak perusahaannya. Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah dokumen yang diduga berkaitan dengan perkara ini.
KPK telah menetapkan tiga tersangka, yakni anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso (BSP), Indung (IND) dari unsur swasta, dan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti (AWI).
Dalam penyidikan kasus itu, KPK masih mendalami proses kerja sama antara PT Pupuk Indonesia Logistik dengan PT Humpuss Transportasi Kimia. Selain itu, KPK juga masih mendalami dugaan penerima lain yang diduga diterima Bowo.
Bowo bersama dua orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan suap terkait dengan kerja sama pengangkutan pelayaran. Bowo Sidik Pangarso dan Indung diduga sebagai penerima suap. Sedangkan sebagai pemberi, yaitu Asty Winasti.
Kerja sama penyewaan kapal PT HTK oleh PT Pilog sebetulnya sudah dihentikan. Namun ada upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.
Pada 26 Februari 2019, dibuat nota kesapahaman (MoU) antara PT Pilog dengan PT HTK. Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Dalam kesepakatan tersebut, Bowo diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah US$2 per metrik ton. KPK mencatat, telah terjadi enam kali transaksi yang diterima Bowo Sidik Pangarso. Penerimaan berlangsung di berbagai tempat, seperti di rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sebesar Rp221 juta dan US$85.130.
Uang yang diterima itu diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50.000 dan Rp20.000 dan menjadi bagian dalam 84 kardus berisi sekitar 400.000 amplop berisi uang. Uang itu diduga dipersiapkan Bowo untuk serangan fajar Pemilu 2019 dengan total nominal Rp8 miliar. Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.