Kejaksaan Agung terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi di PT Asuransi Jiwasraya yang menelan kerugian negara mencapai Rp13,7 triliun. Pada pengusutan kali ini, Kejaksaan Agung memeriksa Direktur Utama PT Strategic Management Service, Arif Budi Satria.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono, mengatakan pemeriksaan terhadap Arif Budi Satria dijadwalkan sekitar pukul 09.00 WIB. Dari pantauan di lokasi, Arif hadir memenuhi panggilan pemeriksaan Kejagung sebagai saksi.
“Satu dari tiga saksi yang hadir hari ini, salah satunya adalah Direktur Utama PT Strategic Management Service, Arif Budi Satria,” kata Hari saat dikonfirmasi di Jakarta pada Selasa (28/1).
Selain Arif, kata Hari, penyidik juga memanggil karyawan PT Jasa Utama Capital Sekuritas, Ali Djawas dan karyawan PT Hanson Internasional, Rosalia. Keduanya juga telah hadir. Saat ini mereka masih menjalani pemeriksaan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung memanggil dua orang dari pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai saksi. Menurut Direktur Penyidikan Kejagung, Febrie Adriansyah, dua orang dari pihak OJK diperiksa terkait tersangka Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro.
“Kalau (saksi dari) OJK ini sebenarnya kepentingannya untuk mencari alat bukti transaksi-transaksi terkait korupsi yang dilakukan HH (Heru Hidayat) dan BT (Benny Tjokrosaputro)," ujarnya.
Febrie menyebut, hingga saat ini belum ditemukan adanya indikasi kelalaian dari pihak OJK. Namun, pengusutan kelalaian tersebut akan dilakukan setelah perkara pokok dalam korupsi Jiwasraya tuntas.
Dalam kasus korupsi PT Jiwasraya (Persero), penyidik Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka, yakni Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, Komisaris Utama PT Hanson Internasional Tbk Benny Tjokrosaputro, mantan Direktur Utama PT Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT Jiwasraya (Persero) Hary Prasetyo dan mantan Kepala Divisi Investasi Jiwasraya Syahmirwan. Kelimanya telah ditahan di rutan berbeda.
Selain menahan kelima tersangka, penyidik juga telah menyita aset mereka berupa kendaraan mewah, rekening efek, rekening tabungan, deposito, dokumen, komputer, sertifikat tanah, dan emas. Hingga saat ini seluruh aset yang disita masih dalam penghitungan.