Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyebut Anggota Komisi III DPR, Benny K. Harman, ngawur dalam berkomentar tentang dirinya bersikap inkonsisten terkait pasal penghinaan presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Dalihnya, pasal itu eksis sebelum dia berada di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Agak ngawur. Penghapusan pasal penghinaan kepada presiden dilakukan jauh sebelum saya masuk ke MK," kicaunya dalam akun Twitter @mohmahfudmd, Rabu (9/6). "Saya jadi hakim MK April 2008."
Benny Harman sebelumnya menilai, sikap Mahfud MD inkonsisten tentang pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP. Dicontohkannya dengan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang tidak bisa melaporkan orang yang menghinanya dengan ungkapan "kerbau" kepada polisi pada 2010.
Dia menerangkan, hal itu terjadi lantaran Mahfud saat menjabat Ketua MK menghapus pasal penghinaan presiden. MK pernah membatalkan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dalam KUHP melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2016.
Namun, Benny kini mendengar "sayup-sayup" Mahfud MD mendukung pasal penghinaan presiden kembali dihidupkan.
Sementara itu, Mahfud MD menjelaskan, RKUHP sudah disetujui DPR sebelum dirinya menjabat Menko Polhukam. Namun, pengesahannya ditunda dewan pada September 2019.
"Karena sekarang (RKUHP masih) di DPR, ya, coret saja pasal itu. Anda punya orang dan fraksi di DPR," cuitnya.
Dia mengklaim, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mempersoalkan pasal penghapusan penghinaan kepala negara dan menyerahkannya kepada legislatif. "Pokoknya, apa yang baik bagi negara."
"Bagi Pak Jokowi sebagai pribadi, masuk atau tidak (pasal penghinaan presiden dalam RKUHP) sama saja. Sering dihina juga tidak pernah mengadu/memperkarakan," twit Mahfud.
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sebelumnya telah menyelenggarakan 11 kegiatan sosialisasi RKUHP di sejumlah daerah, seperti Medan, Semarang, Bali, Yogyakarta, Ambon, Makassar, Padang, Banjarmasin, Surabaya, Lombok, dan Manado. Namun, ternyata yang disebarkan tidak mengalami perubahan sama sekali dengan draf RKUHP yang ditolak berbagai elemen masyarakat pada September 2019.
Hal tersebut dinilai kontras dengan pernyataan Jokowi pada 20 September 2019 lalu tentang penundaan pengesahan RKUHP untuk pendalaman materi. "(Sebanyak) 24 poin permasalahan RKUHP yang telah aliansi petakan masih ada, tidak diperbaiki,” ujar perwakilan Aliansi Nasional Reformasi KUHP sekaligus Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur, dalam keterangan tertulis, Selasa (8/6).