Wakil koordinator tim hukum PDIP Teguh Samudera menyatakan banyak informasi miring ihwal operasi tangkap tangan atau OTT yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi pekan lalu, yang menjatuhkan citra partainya. Padahal menurutnya, PDIP merupakan partai yang selalu menaati norma dan aturan hukum yang berlaku.
"Kita taat asas hukum, PDIP selama ini selalu menjunjung tinggi hukum. Proses penegakan hukum ya kita dukung. Jangan sampai di-framing seperti yang terjadi saat ini. Jelaskan kepada semuanya, PDIP konsen penegakan hukum dan kita support," ujar Teguh di Kantor Komisi Pemilihan Umum, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (16/1).
Dia pun mengklaim partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu tak pernah melakukan pelanggaran hukum. Menaati hukum, kata dia, merupakan suatu kewajiban untuk partai berlambang banteng itu.
"Jangankan melanggar hukum, yang tercela juga tidak. Itu konsisten PDIP yang kita lakukan selama ini," katanya.
Langkah tim hukum PDIP menemui sejumlah komisioner KPU, dilakukan sebagai upaya untuk membendung pembusukan terhadap partai pemenang Pemilu 2019. Koordinator tim hukum PDIP I Wayan Sudirta menerangkan, kedatangan mereka untuk meluruskan informasi terkait keterlibatan kader PDIP dengan OTT KPK.
Dia tak mempermasalahkan keterlibatan oknum partai dalam praktik rasuah itu. Untuk hal ini, kata dia, PDIP memberi dukungan dan mendorong aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan. Hanya saja, dia meminta perkara itu tidak dikaitkan dengan partainya.
"Kalau ada oknum yang terlibat biarkan saja proses hukum. Tetapi, jangan KPU dibentur-benturkan dengan PDI. Jangan KPK di benturkan dengan PDI. Karena KPK sesungguhnya baik orang-orangnya. Kalau ada oknum bermain, ya oknum ini harus dicari," ucap dia.
KPK telah menjerat tiga kader partai PDIP sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap peralihan anggota DPR RI melalui mekanisme penggantian antarwaktu (PAW) ini. Ketiganya ialah Agustiani Tio Fridelina, Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
Ketiganya berupaya melakukan praktik lancung dengan menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Agustiani dan Saeful, diduga telah melobi Wahyu untuk meloloskan Harun sebagai senator melalui mekanisme PAW.
Santer beredar Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto juga terlibat dalam praktik rasuah ini. Dia diduga, telah memberikan Rp400 juta kepada Wahyu pada pertengahan Desember 2019.
Namun KPK belum dapat memastikan hal tersebut, lantaran penyidik masih melakukan pendalaman.
Sebagai pihak penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Harun dan Saeful selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.