Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto. Dia ditahan usai menjalani pemeriksaan kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Central Business District (CBD) Meikarta, Cikarang, Jawa Barat.
Toto keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 20.00 WIB. Kepada awak media, Toto merasa difitnah dan dikorbankan.
"Untuk fitnah yang Edisus (Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang, Edi Dwi Soesianto) sampaikan bahwa saya telah memberikan uang memberi IPPT (izin pengelolaan dan pengelohan tanah) sebesar Rp10,5 miliar, saya selalu bantah dan itu pun sekretaris saya tempo hari Melda juga sudah bantah," ujar Toto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (20/11).
Dia mengaku sudah melaporkan Edi ke Polrestabes Bandung. Toto mengklaim, aparat kepolisian juga sudah menemukan bukti permulaan kuat untuk menjerat Edi.
"Saya sudah serahkan semua bukti ke polisi, saya selalu menyangkal dan polisi sudah menemukan bukti dugaan fitnah saya itu benar," ujar Toto.
Saat disinggung akan mengajukan praperadilan, Toto menyerahkan seluruh proses penanganan perkara kepada penasihat hukumnya.
Sementara itu, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menyampaikan, mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang itu ditahan di rumah tahan kavling 4, tepat berada di belakang Gedung Merah Putih KPK.
"Tersangka BTO (Bartholomeus Toto), swasta ditahan selama 20 hari pertama," kata Febri.
Toto diduga kuat telah mengalirkan uang senilai Rp10,5 miliar kepada mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Uang itu untuk memuluskan proses penerbitan surat IPPT.
Uang tersebut diberikan pada Neneng Hasanah Yasin melalui orang kepercayaannya, dalam lima kali pemberian.
Atas perbuatannya, Toto dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.