Kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, Lukman Hakim menyayangkan orang tua tiga mahasiswa yang ditangkap Polresta Malang Kota dengan tudingan dugaan vandalisme, tidak diperbolehkan menjenguk mereka.
“Mungkin karena adanya Covid-19 ini menjadi salah satu kendala, tapi cukup disayangkan juga karena banyak orang yang bisa menemui tersangka di kasus lain, tetapi ketiga mahasiswa ini belum bisa ditemui secara langsung oleh orang tuanya,” ucapnya, dalam konferensi pers virtual, Selasa (5/5).
Pihak kepolisian, kata dia, hanya mengimbau agar para orang tua memanfaatkan fitur video call. Padahal, sudah menyampaikan tuntutan secara prosedural agar para orang tua bisa dipertemukan dengan tiga mahasiswa tersebut.
Dia menyebut para orang tua sangat kecewa dengan sikap kepolisian. Terlebih, sampai saat ini, tiga mahasiswa tersebut belum menerima penjelasan terkait penangguhan penahanan yang telah diajukan. Apalagi, pemberi jaminan terhadap ketiganya telah mencapai 30 orang.
Menurutnya, kepolisian tidak menggubris permintaan penjelasan hukum dan alasan objektif terkait mengapa tiga mahasiswa tersebut ditangkap.
Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, lanjut Lukman, malah mengatakan tidak memiliki kewenangan soal pemberian penangguhan. “Saya rasa alasan hal itu tidak begitu objektif,” ucapnya.
Senada, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Abdul Wachid Habibullah menilai sikap kepolisian tersebut akan menambah deretan kejanggalan penangkapan tiga mahasiswa dengan tudingan vandalisme itu.
Penangkapan ketiganya dinilai cacat prosedur. Di sisi lain, penangkapan berlangsung tengah malam ketika waktu istirahat.
“Ini modus penangkapan dalam keadaan istirahat berkaitan dengan persoalan kondisi psikologis ketiga orang ini. Ini terjadi pula pada kasus penangkapan atau kriminalisasi beberapa aktivis mahasiswa,” ujar Wachid.
Lebih jauh, ia mengkritik Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan, serta Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Paraturan Hukum Pidana. Sebab, pasal-pasal tersebut merupakan pasal karet yang biasa digunakan untuk menjerat aktivis agrarian atau petani.
“Pasal 160 KUHP ini sangat karet sekali. Ini yang disangkakan kepada Ratna Sarumpaet terkait penyebaran berita bohong. Konten apa yang disangkakan untuk berita bohong. Ini pun tidak ada berita bohong yang seolah-olah menimbulkan keonaran,” ucapnya.
Diketahui, Rabu (22/4), Polresta Malang Kota, Jawa Timur, menangkap sekaligus menetapkan tiga mahasiswa berinisal MAA asal Pakis, SRA asal Singosari Malang, dan AFF asal Buduran Sidoarjo sebagai tersangka kasus vandalisme dan provokasi. Mereka disebut bagian dari kelompok anarko yang dianggap pemerintah kerap berbuat onar.
Tiga mahasiswa tersebut disangkakan menghasut masyarakat untuk melawan kapitalisme dengan vandalisme menuliskan cat semprot di dinding.
Terdapat enam titik lokasi pencoretan, yakni: Jalan Sunandar Priyo Sudarmo, Jalan LA Sucipto, Pertigaan Jalan Tenaga, Jalan Ahmad Yani Utara-Jalan Jaksa Agung Suprapto, Jalan Jaksa Agung Suprapto, dan underpass Karanglo.