close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ratusan kuburan massal berisi ribuan jasad korban peristiwa pembantaian kasus PKI 1965 ditemukan paling banyak di Jateng, Jatim, dan Bali. / Antara Foto
icon caption
Ratusan kuburan massal berisi ribuan jasad korban peristiwa pembantaian kasus PKI 1965 ditemukan paling banyak di Jateng, Jatim, dan Bali. / Antara Foto
Nasional
Jumat, 25 Oktober 2019 09:05

Ditemukan 346 kuburan masal korban kasus PKI 1965

Ratusan kuburan massal berisi ribuan jasad korban peristiwa pembantaian kasus PKI 1965 ditemukan paling banyak di Jateng, Jatim, dan Bali.
swipe

Pimpinan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965/1966, Bejo Untung, mengatakan pihaknya telah melakukan penelitian tentang kuburan massal korban tragedi pembantaian Partai Komunis Indonesia (PKI) 65/66 sejak tahun 1999.

Menurut Bejo, penelitian tersebut dilakukan di seluruh Indonesia, mengingat korban pembunuhan massal PKI 65/66 terjadi di berbagai kota dan kabupaten.

"Akhirnya ditemukan 346 lokasi kuburan massal di seluruh Indonesia, itu sampai bulan Oktober 2019," kata Bejo kepada Alinea.id, Jakarta, Kamis (24/10).

Menurut dia, jumlah tersebut naik dua kali lipat. Pasalnya, pada 2016 ketika pihaknya melaporkan temuannya kepada Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), tahun itu baru ditemukan sekitar 112 kuburan massal.

Di sisi lain, walau saat ini sudah menemukan 346 kuburan massal, Bejo menyakini jumlah tersebut bisa bertambah kembali karena masih banyak lokasi yang belum terdeteksi.

"Jadi saya bisa katakan jumlah kuburan massal yang YPKP 65 temukan itu valid, bisa dicek kebenarannya dan saya siap untuk mendampingi aparat atau institusi yang berwajib untuk melakukan verifikasi," ucap dia.

Dengan demikian, apabila ada pihak yang mengklaim jumlah korban pembantaian 1965 mencapai 500.000 sampai 3 juta jiwa, hal itu bisa saja benar adanya.

Hanya saja, untuk jumlah pastinya, Bejo tidak bisa menyebutkan karena penghitungan jumlah pasti korban adalah tugas negara.

Untuk itu, pihaknya menuntut Jaksa Agung dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melakukan penelitian ulang tentang korban tragedi 65 tersebut.

"Bahkan saya menuntut Komnas HAM perlu membentuk tim penyelidik pro justitia kasus tragedi 65/66, khususnya dengan ditemukannya kuburan massal," ujar dia.

Jawa-Bali mendominasi

Sementara itu, dikatakan Bejo, daerah yang saat ini paling banyak ditemukan kuburan massal adalah Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim), dan Bali.

Untuk Jateng, lokasi kuburan massal terbanyak ada di Pati dan Grobogan. Di wilayah Grobogan misalnya, Bejo mengatakan menemukan 17 lokasi kuburan massal di sana.

"Satu daerah itu berisikan 600 korban, ada 300, ada yang 200. Meski pun ini baru diucapkan secara lisan, karena banyak orang yang mengatakan demikian, maka saya menyakini itu," jelas dia.

Di sisi lain, untuk daerah Pati, Bejo menuturkan di sana terdapat satu wilayah yang disebut masyarakat sebagai PKI-nan. Disebut demikian lantaran di wilayah tersebut banyak orang-orang PKI yang dibunuh.

"Dulu saya pernah ke situ untuk meletakan batu nisan tahun 2009, tetapi aparat keamanan militer itu mengusir karena mereka ketakutan juga rahasianya terbongkar," ungkap dia.

Di sisi lain, saat disinggung lebih lanjut mengenai pemaparannya ke kejaksaan, Bejo belum bisa berbicara banyak karena saat pelaporan dia tidak menemui Jaksa Agung. Walau begitu, dia mengatakan dalam waktu dekat akan melakukan pertemuan dengan pihak kejaksaan sekalipun sampai saat ini tanggal pertemuan belum ditetapkan.

Prediksi jumlah korban

Dikutip dari buku The Indonesian Killings: Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966 (Yogyakarta: Mata Bangsa 2016, hlm. 19-20), Robert Cribb selaku editor buku tersebut, menghimpun jumlah korban tewas yang mana angka tersebut juga masih dalam perkiraan.

Dari yang dihimpunnya, total ada 39 perkiraan tentang jumlah korban dari peristiwa 1965.

1. Krik (1966) 150.000
2. Anderson dan McVey (1966) 200.000
3. Turner (1966) 300.000-600.000
4. King (1966) 300.000
5. Topping (1966) 150.000-400.000
6. The Economist, Mengutip Kopkamtib (1966) 1.000.000
7. Mellor (1966) 2.000.000
8. Wertheim (1966) 400.000
9. Hughes (1967) 200.000
10. Komisi Pencari Fakta (akhir 1965) 78.000, 
11. Anggota Komisi Pencari Fakta 780.000,
12. Adam Malik 160.000
13. L.N. Palar 100.000
14. Washington Post 500.000
15. Contenay (1967) 100.000-200.000
16. Grant (1967) 200.000-300.000
17. Vittachi (1967) 300.000-500.000
18. Paget (1967/68) 100.000-300.000
19. Moser (1968) 400.000
20. Sullivan (1969) 300.000-500.000
21. Lyon (1970) 200.000-500.000
22. Henderson (1970) 200.000-400.000
23. Dahm (1971) 200.000
24. Sloan (1971) 300.000
25. Polomka (1971) 150.000-300.000
26. Legge (1972) 200.000-250.000
27. Neil (1973) 750.000
28. Palmier (1973) 200.000
29. Sievers (1974) 200.000-400.000
30. Repression and Exploitation (1974) 500.000-1.000.000
31. Laksamana Sudomo, Komandan Kopkamtib (1974) 450.000-500.000
32. Fryer dan Jackson (1977) 100.000-500.000
33. Pluvier (1978) 500.000-1.000.000
34. Caldwell dan Utrecht (1979) 500.000
35. Legge (1980) 250.000
36. Ricklefs (1981) 500.000
37. Frederick (1983) 750.000
38. Anderson (1985) 500.000-1.000.000
39. Mody (1987) 500.000-1.000.000

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan