Kepolisian melakukan pemanggilan kembali terhadap tersangka kepemilikan senjata api ilegal, Dito Mahendra. Pemanggilan pertamanya dijadwalkan pekan lalu namun tidak diindahkan.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, pemanggilan kedua dijadwalkan pada Selasa (2/5). Sementara, pemanggilan pertama sebagai tersangka pada Jumat (28/4).
“Penyidik telah melakukan panggilan yang pertama, dan saudara Dito tidak hadir. Maka, penyidik telah membuat surat panggilan yang kedua kali, dan panggilan tersebut untuk Selasa, 2 Mei 2023, pukul 10.00 WIB,” kata Ramadhan di Mabes Polri, Senin (1/5).
Dito ternyata belum merespons penyidik terkait pemanggilan kedua ini. Baik Dito maupun pengacaranya, tidak memberi konfirmasi terhadap undangan pemeriksaan tersebut.
“Namun, besok bila tidak hadir maka penyidik akan menerbitkan DPO, daftar pencarian orang, untuk yang bersangkutan, gitu ya,” ujarnya.
Ramadhan menyampaikan, untuk penerbitan nama Dito dalam daftar buron akan melihat respons dari pihak tersangka. Belum diketahui pula, posisi Dito sedang dalam negeri maupun luar negeri.
“Kami belum tahu (ada indikasi Dito di luar negeri),” ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo menetapkan Dito sebagai tersangka pada Senin (17/4). Ia mengingatkan Dito Mahendra untuk kooperatif terkait kasus kepemilikan senjata api (senpi) ilegal pada Jumat (28/4), tetapi Dito tidak hadir.
Selain Dito, bahkan pihak lain dapat dijerat pidana bila turut membantu menyembunyikan Dito. Peringatannya tertuang dalam Pasal 221 ayat (1) kesatu KUHP.
“Bagi pihak-pihak yang membantu persembunyian tersangka, sehingga menyebabkan terganggunya proses penegakan hukum, atau menghalang-halangi penegakan hukum, akan kami proses sesuai aturan yang berlaku. Ingat, ada sanksi hukumnya,” katanya kepada wartawan, Senin (17/4).
Ia mengimbau Dito untuk ke luar dari persembunyiannya dan muncul ke publik supaya kasus ini tetap berjalan dengan semestinya. Sikap Dito bisa dianggap sebagai contoh warga negara yang buruk.
“Jika memang warga negara yang baik, taat pada aturan dan undang-undangan yang berlaku, untuk kooperatif mengikuti proses hukum ini,” ujarnya.