Terdakwa kasus pemalsuan dokumen, Alvin Lim, menanggapi santai soal vonis 4 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kepadanya. Baginya, perkara tersebut merupakan kriminalisasi terhadapnya lantaran pernah disidangkan.
"Ini kriminalisasi terhadap advokat. Dari pelaksanaannya saja perkara yang sama, sudah pernah disidangkan sebelumnya sampai putusan MA (Mahkamah Agung), inkrah," ucapnya dalam keterangannya, Kamis (1/9). Putusan MA tersebut terjadi pada 2020.
"Ini dua kali sidang perkara sama, seharusnya ne bis in idem, tapi dipaksakan oleh oknum. Saya dituduhkan memberikan alamat rumah/kantor saya untuk buat KTP palsu ke klien perceraian saya," imbuh dia.
Ne bis in idem adalah perkara dengan objek, para pihak, dan materi pokok perkara yang sama diputus pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap, baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.
Alvin menerangkan, terdapat alamatnya di dalam surat kuasa yang ditandatangani kliennya dan kartu nama miliknya. Menurutnya, dirinya harusnya tidak bertanggung jawab apabila alamatnya disalahgunakan orang lain.
"Jika disalahgunakan orang, harus saya bertanggung jawab?" tanya dia. "Dalam dakwaan sudah jelas tertulis, 'boleh pakai alamat, tapi jangan untuk aneh-aneh'. Ucapan 'jangan pakai untuk yang aneh-aneh', kan, jelas, apalagi digunakan melawan hukum. Tapi, itulah, ini sudah setting-an, percuma melawan kesewenangan oknum aparat."
Di sisi lain, Alvin mengaku, pernah diperingatkan oknum agar tak mengurus kasus investasi bodong. Namun, dirinya menolak menghiraukan ancaman tersebut.
"Jika saya cari aman dan tidak usik perkara investasi bodong, maka saya aman. Tapi, saya kasihan melihat masyarakat Indonesia yang meminta bantuan saya," katanya.
Lagi, Alvin berpendapat, vonis PN Jaksel kepadanya merupakan bukti bobroknya sistem hukum di Indonesia. Diyakininya hal serupa dapat menimpa orang lain.
"Saya yang mencoba melawan oknum menjadi yang pertama dikerjain. Ini risiko saya sebagai pengacara yang jujur dan vokal. Saya terima dengan hati terbuka," paparnya
"Hari ini, saya menjadi korban kriminalisasi oknum jaksa dan hakim. Mungkin di kemudian hari kalian bisa menjadi korban," tambahnya memperingatkan.
Sementara itu, LQ Indonesia Law Firm, kantor hukum yang menaungi Alvin Lim, menilai, ada beberapa kejanggalan dalam perkara ini. Pertama, jumlah kerugian klaim yang dibayarkan Allianz kepada kliennya, Melly Tanumihardja, hanya sebesar Rp6 juta.
Kedua, barang bukti KTP yang diduga dipalsukan tidak pernah dihadirkan di persidangan. Lalu, belum ada satu pun keterangan saksi yang menyatakan Alvin memakai KTP palsu atau turut serta memakainya.
Terakhir, kasus pemalsuan sudah pernah disidangkan diputuskan di PN Jakarta Selatan pada 2018, Namun, sekarang disidangkan ulang.
"Tidak masuk akal seorang Alvin Lim dengan sengaja memberikan alamat kantornya untuk membuat KTP palsu bagi kliennya, apalagi klaim asuransi Rp6 juta," tandasnya.