close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet meninggalkan ruangan seusai menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (11/7). /Antara Foto
icon caption
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet meninggalkan ruangan seusai menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (11/7). /Antara Foto
Nasional
Kamis, 11 Juli 2019 18:52

Ratna Sarumpaet sarankan hakim cek KBBI

Ratna divonis hukuman dua tahun penjara karena terbukti menyebar benih-benih keonaran.
swipe

Terdakwa atas kasus penyebaran pemberitaan bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet resmi divonis mendapatkan hukuman 2 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel). Ratna dinyatakan terbukti telah melanggar pasal 14 ayat (1) Undang-Undang (UU) nomor 1 tahun 1947 karena berita bohong atau hoaks yang ia lakukan telah menyebabkan keonaran di masyarakat.

Meskipun vonis yang dijatuhkan lebih ringan dibandingkan tuntukan jaksa penuntut umum (JPU), Ratna mengaku tidak puas. Menurut dia, pasal yang dipakai untuk menjeratnya menunjukkan hukum di negara Indonesia masih tumpul.

"Jadi, gini. Karena hakim dengan eksplisit menyatakan saya melanggar pasal keonaran, buat saya, ini menjadi signal bahwa Indonesia masih jauh...Masih harus berjuang sekuat-kuatnya untuk menjadi negara hukum yang benar," ucap Ratna usai pembacaan putusan di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta, Kamis (11/7).

Menurut Ratna, ia tidak pernah merasa membuat keonaran atau menyemai benih-benih keonaran seperti yang diungkapkan hakim di persidangan. Ia pun menyarankan para hakim untuk meninjau kembali konteks kalimat benih-benih keonaran yang dimaksud mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

"Benih-benih itu kan bahasa yang dikamuflase sedemikian rupa. Kan hukum itu harus ada kepastiannya. Tidak bisa benih-benih kok tiba-tiba memunculkan (keonaran) itu. Nanti harus dibongkar lagi Kamus (Besar) Bahasa Indonesia maksudnya," ujar eks juru kampanye Prabowo-Sandi itu. 

Sebelumnya, hakim Krisnugrogo menyebut hoaks 'muka lebam akibat penganiayaan' yang diperagakan Ratna telah memunculkan benih-benih keonaran. Ia menilai, Ratna secara sadar melakukan penyebaran berita bohong tersebut supaya melahirkan reaksi di masyarakat.

"Terdakwa harusnya menyadari kalau cerita bohong dan kondisi luka lebam akibat pemukulan mengundang rekasi orang yang menerima, membaca, dan mengetahui. Terdakwa harusnya sadar bahwa dengan teknologi sekarang akan dengan mudah tersebar," ujar Krisnugroho.

Putri Ratna, Atiqah Hasiolan juga mempertanyakan argumentasi hakim dalam memvonis ibunya sebagai penyebar benih-benih keonaran. Menurut Atiqah, frasa benih-benih keonaran yang dilontarkan hakim bermakna kabur. 

"Selama ini saya berdiskusi dengan para ahli hukum mengenai apa makna keonaran itu? Di mana sebenarnya (argumentasi keonaran) tidak terpenuhi di sini (kasus Ratna). Tapi, muncul tadi terjadinya benih-benih keonaran. Saya jadi bingung," kata dia.

img
Fadli Mubarok
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan