close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tersangka kasus dugaan gratifikasi pengurusan fatwa MA, Djoko Tjandra (tengah), usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar, Kompleks Kejagung, Jakarta, Kamis (24/9/2020). Alinea.id/Ayu Mumpuni
icon caption
Tersangka kasus dugaan gratifikasi pengurusan fatwa MA, Djoko Tjandra (tengah), usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar, Kompleks Kejagung, Jakarta, Kamis (24/9/2020). Alinea.id/Ayu Mumpuni
Nasional
Senin, 02 November 2020 17:43

Djoko Tjandra didakwa suap 2 jenderal dan 1 jaksa

Praktik lancung tersebut dilakukan Djoko bersama rekannya Tommy Sumardi dengan tujuan menghapus namanya dari daftar pencarian orang (DPO).
swipe

Terpidana kasus hak tagih Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra didakwa memberi suap kepada dua jenderal polisi. Praktik lancung tersebut dilakukan Djoko bersama rekannya Tommy Sumardi dengan tujuan menghapus namanya dari daftar pencarian orang (DPO).

Dua anggota Korps Bhayangkara itu ialah Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri. Lalu Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo yang kala kasus terjadi menjabat Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.

"Memberi uang sejumlah SGD200,000 dan US$270,000 kepada Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (2/11). 

"Memberi uang sejumlah US$150,000 kepada Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo," imbuhnya. 

Dalam upaya penghapusan nama Djoko dari DPO, Napoleon memerintahkan penerbitan tiga surat, yaitu Surat Nomor: B/1000/IV/2020/NCB-Div HI 29 April 2020, Surat Nomor: B/1030/IV/2020/NCB-Div HI 4 Mei 2020, dan Surat Nomor: B 1036/IV/2020/NCB-Div HI 5 Mei 2020.

Akibat surat-surat tersebut, pada 13 Mei 2020 Imigrasi melakukan penghapusan status DPO Djoko dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistem Informasi Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi.

"Dan digunakan oleh terdakwa (Djoko) untuk masuk wilayah Indonesia dan mengajukan Peninjauan Kembali pada Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," ucapnya. 

Selain itu, Djoko juga didakwa memberikan suap kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar US$500.000 dari US$1.000.000. Uang tersebut ditujukan untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung.

Atas perbuatannya, Djoko didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

Kedua, Pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara pada kasus yang sama, Tommy Sumardi turut diseret dalam sidang terpisah. Oleh jaksa, Tommy didakwa menjadi perantara suap dari Djoko kepada Napoleon dan Prasetijo. 

"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Djoko Soegiarto Tjandra memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang," kata jaksa.

Atas perbuatannya, Tommy Sumardi didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Lari dan Ditangkap

Sebelum diadili, Djoko Tjandra adalah buron polisi. Ia menyandang status terpidana kasus cessie Bank Bali senilai Rp904 miliar. Dirinya sempat ditahan kejaksaan, 29 September 1999-Agustus 2000.

Sementara itu, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memutuskan Djoko bebas dari tuntutan karena perbuatannya tak tergolong pidana, melainkan perdata. Kejaksaan lantas melakukan upaya hukum hingga mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA), Oktober 2008. 

Pada 11 Juni 2009, permohonan tersebut tersebut diterima. Djoko pun divonis dua tahun penjara dan denda Rp15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp546,166 miliar dirampas untuk negara.

Sebelum diekskusi, Djoko sempat kabur ke Papua Nugini. Disinyalir lantaran bocornya putusan PK. Kemudian menjadi buron dan dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO). Pelarian Djoko berakhir pada 30 Juli lalu. Ia ditangkap di Malaysia.

 

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan