Dinas Kesehatan DKI Jakarta siap membantu rumah sakit maupun Puskesmas menangani calon anggota legislatif (caleg) yang gila akibat gagal dalam Pemilu 2019 mendatang.
"Karena sudah bagian dari layanan rutin kesehatan jiwa, jadi memang jajaran kesehatan sudah siap," ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia di Jakarta, Selasa (19/3).
Dwi menjelaskan saat ini Dinas Kesehatan DKI Jakarta telah memiliki program kesehatan jiwa yang tersebar pada 44 Puskesmas, 18 Puskesmas di antaranya telah menempatkan psikolog.
Layanan kesehatan jiwa yang diberikan mulai dari pengamatan kesehatan, dalam hal ini mengamati (screening) masalah jiwa di masyarakat hingga pengobatan.
Selain itu, Dwi juga mengungkapkan Dinas Kesehatan telah bekerja sama lintas sektoral termasuk dengan organisasi kemasyarakatan untuk menyosialisasikan program penanganan orang yang mengalami gangguan jiwa.
"Jadi, kalau anggota masyarakat siapapun yang membutuhkan layanan kesehatan jiwa, konseling, psikoterapi, bisa diberikan di Puskesmas, hasil screening kesehatan jiwa juga ada untuk melihat potensi gangguan jiwa baik ringan maupun berat," kata Dwi.
Dwi mengatakan konseling dan terapi dapat dilakukan di Puskesmas, sementara dalam kasus yang lebih berat, rawat inap dapat dilakukan di Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit yang khusus menangani pasien dengan gangguan kejiwaan.
Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta periode 2018 hingga Maret 2019 menunjukkan terdapat 8.433 orang dengan gangguan jiwa berat di wilayah DKI Jakarta. Namun Dwi tidak memiliki data pembanding periode sebelumnya karena metode yang dilakukan berbeda.
Dinas Kesehatan DKI Jakarta juga tidak memiliki data jumlah calon anggota legislatif yang stres akibat gagal dalam pemilihan sebelumnya.
"Jakarta mungkin tidak banyak, mungkin karena sudah lebih siap dibanding di daerah-daerah. Jadi, kelihatannya lebih bisa menerima hasil apapun," ujar Dwi.
Ribuan orang gangguan jiwa
Sementara itu, Panti Sosial Bina Laras (PSBL) DKI Jakarta merawat 2.535 orang pengidap gangguan jiwa atau Pengguna Layanan Sosial yang terdiri atas Orang Dengan Masalah Kejiwaan dan Orang Dengan Gangguan Jiwa.
Kepala Sub Bagian (Kasubag) Tata Usaha PSBL Harapan Sentosa 3, Gamal menyebutkan perawatan Pengguna Layanan Sosial (PLS) terbagi tiga tempat.
“PLS tidak terpusat pada satu tempat,” kata Gamal.
Ada tiga lokasi, yakni Laras I merawat 800 PLS berstatus gangguan jiwa tinggi yang berlokasi di Cengkareng, Jakarta Barat. Sedangkan Laras II melayani 1.200 PLS berstatus gangguan jiwa menengah berada di Cipayung, Jakarta Timur.
Terakhir, Laras III merawat 535 PLS berstatus gangguan jiwa rendah atau memasuki tahap pulih berlokasi di Grogol, Jakarta Barat.
“PLS tersebut berasal dari mereka yang terlantar di jalan dan dibawa ke Laras I, jika mulai membaik akan dirujuk ke Laras II dan Laras III,” ujar Gamal.
Menurut Gamal, PLS mengalami gangguan jiwa karena faktor ekonomi, keluarga dan cita-cita yang tidak tercapai.
Untuk memulihkan ingatan orang yang mengalami gangguan jiwa, Panti Sosial Bina Laras bekerja sama dengan Puskemas dan rumah sakit seperti Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit, Jakarta Timur, mendatangkan psikiater setiap Selasa dan Jumat.
Gamal menyampaikan, PLS yang menjalani perawatan di Laras III dibentuk agar menjadi pribadi yang mampu bersosialisasi dengan masyarakat dan memiliki keterampilan khusus seperti membuat keset dan sapu.
“Tidak menutup kemungkinan setelah keluar dari sini, kita bisa salurkan mereka ke perusahaan yang bisa memberdayakan mereka,” katanya.
Terkait biaya pelayanan, panti binaan yang menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta sejak 2010 itu, sepenuhnya dibiayai pemerintah daerah. (Ant).