Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) angkat bicara ihwal polemik putusan PTUN Jakarta dalam perkara nomor 82/G/200/PTUN.JKT tentang pengabulan gugatan mantan komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik.
Menurut anggota DKPP Ida Budhiati, langkah Presiden Jokowi yang memberhentikan Evi sebagai anggota KPU, melalui Keppres 34/P Tahun 2020 sudah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Lagi pula, PTUN yang notabene di bawah Mahkamah Agung (MA) itu, hanya lembaga peradilan yang berwenang memeriksa persoalan hukum, bukan persoalan etik. Sementara kasus Evi adalah persoalan etik
"Nah ini dua hal yang berbeda antara problem hukum dengan problem etik," ujar Ida lewat keterangan tertulisnya, Rabu (29/7) malam.
Artinya hasil putusan PTUN tidak bisa menganulir segala keputusan yang berkaitan dengan pemberhentian Evi. Ida menuturkan, belum ada mahkamah etik yang diberikan tugas guna mengoreksi putusan DKPP.
Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017, DKPP memiliki otoritas menerbitkan vonis atau putusan yang bersifat final dan mengikat (final and finding). Sehingga, tidak ada satu pun lembaga peradilan yang bisa mengoreksi putusan DKPP yang merupakan peradilan etik di bidang pemilu.
"Karenanya keputusan Presiden itu sudah tepat dalam rangka melaksanakan dan menindaklanjuti putusan DKPP yang final and finding serta tidak bisa dianulir oleh peradilan hukum," tegas Ida.
Sebelumnya, gugatan mantan komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik mengenai Keppres 34/P Tahun 2020 dikabulkan oleh PTUN Jakarta seluruhnya
Atas dasar itu, hasil sidang gugatan PTUN ini meminta Presiden Jokowi mencabut kepres yang berisikan tentang tindak lanjut Presiden atas putusan DKPP untuk memecat Evi sebagai komisioner KPU.