Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Syafruddin, meluruskan informasi terpaparnya masjid oleh paham radikalisme. Informasi ini diungkap Kasubdit pada Direktorat 83 Badan Intelijen Negara (BIN), Arief Tugiman, yanag menyatakan 41 masjid di lingkungan pemerintah yang terpapar radikalisme.
Menurut Syafruddin, unsur radikalisme yang dimaksud tidak tertuju pada masjid, melainkkan pada orang-orang atau kelompok-kelompok yang menyebarkan radikalisme.
"Masjid itu benda mati kok, justru kita, orang-orang, harus menjaga kesucian masjid betul-betul, supaya jadi pusat peradaban Islam, tempat beribadah, dan tempat meningkatkan iman," jelasnya di Masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (20/11).
Karenanya Syafruddin berharap masyarakat menghilangkan pandangan bahwa masjid merupakan akar radikalisme.
Pria yang juga menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Menpan-RB) ini menyatakan, DMI tidak memiliki daya untuk menginvestigasi permasalahan ini. Ia berharap aparat pemerintah segera bergerak dan turun tangan.
"Kami tidak menganalisa, itu tugas BIN. Kami hanya mengurusi masjidnya, tidak mengurusi orang," ucapnya.
Dalam upaya menangkal radikalisme di area masjid, kata dia, DMI bersama dengan organisasi remaja masjid, berusaha untuk memperbanyak kegiatan positif. Usaha ini dituangkan dalam 10 program unggulan DMI.
Salah satu program yang tengah dijalankan DMI, adalah pemberdayaan ekonomi berbasis masjid.
Syafruddin menyebut, program ini diharapkan menjadi pemicu pergerakan ekonomi, yang sekaligus mengundang banyak orang untuk datang beribadah ke masjid. Dia juga mengharapkan, masjid dapat mewadahi kegiatan bisnis yang halal, syariah, dan berdasar pada ajaran Islam.
Program pemberdayaan ekonomi milik DMI ini diambil alih oleh organisasi remaja masjid, Indonesian Islamic Youth Economic Forum (ISYEF).
"Karena ditangani anak muda, saya berharap banyak inovasi kreatif yang akan muncul demi kemakmuran masjid dan kemajuan peradaban umat Islam," ungkapnya.
Salah satu bentuk nyata dari pemberdayaan ekonomi yang telah ISYEF lakukan, adalah dengan menyediakan tempat berjualan di masjid, bagi sejumlah bisnis kuliner lokal, dengan nama ISYEF Point.
ISYEF Point direncanakan dapat menjadi tempat nongkrong pemuda masjid. DMI pun berniat untuk fokus pada pemberdayaan ekonomi ini.
Menurut Syafruddin, pada rakernas DMI pekan depan, permberdayaan ekonomi ini akan dibahas lebih lanjut. Fokusnya pada cara mengembangkan atau mendorong wirausaha untuk datang ke masjid.