Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin, meminta pemecatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjadi pelajaran dan evaluasi bagi penyelenggara pemilu. Dengan demikian, pelaksanaan "pesta demokrasi" semakin baik dan berkualitas.
"Ini jangan sampai terulang. Permasalahan ini berawal dari perselisihan suara pasangan calon di Kalimantan Barat yang berimbas ke MK (Mahkamah Konstitusi) dan akhirnya berujung di KPU Pusat. Kalau ada suara yang hilang atau penggelembungan, berarti ada yang salah dalam pelaksanaannya," katanya, Kamis (14/1).
Politikus Partai Golkar itu juga meminta seluruh pihak tidak berspekulasi atas putusan DKPP tersebut. Katanya, DPR akan megkaji putusan itu guna mencari titik tengah.
"DPR akan mempelajari terlebih dahulu, kita dengar penjelasan DKPP duduk permasalahannya dengan transparan. Jangan sampai beban kerja KPU dapat terganggu dan terhambat, Terlebih baru saja melaksanakan pilkada serentak dan perlu melakukan sebuah evaluasi," jelasnya.
DKPP sebelumnya memberhentikan Arief sebagai Ketua KPU. Ini tertuang dalam putusan perkara nomor 123-PKE-DKPP/X/2020.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada teradu Arief Budiman selaku Ketua KPU RI," bunyi salinan putusan DKPP.
DKPP menilai, Arief terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu ketika mendampingi Komisioner KPU, Evi Novida Ginting Manik, menggugat keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, 17 April 2020.
Jupri, pihak pengadu dalam perkara tersebut, berpendapat, keputusan Arief dengan menerbitkan Surat KPU Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020 melampaui kewenangannya. Alasannya, surat berkaitan dengan pengaktifan kembali Evi sebagai komisioner KPU.
DKPP menyebut, keputusan mengaktifkan kembali Evi merupakan langkah yang tidak dapat dibenarkan menurut Undang-Undang (UU) Pemilu.
"Serta menurut pengadu, diduga Ketua KPU RI telah melanggar Pasal 11, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 19 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu," tulis putusan DKPP.