Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati, meminta investigasi kasus gangguan ginjal akut pada anak dilakukan secara transparan dan terbuka. Hal ini setelah melihat beberapa laporan yang mengindikasikan ada persoalan dalam kasus tersebut.
Dia berharap, agar semua proses investigasi yang berjalan dilakukan secara transparan dan adil.
"Ada beberapa tim yang terjun melakukan investigasi pada kasus ini," kata Kurniasih kepada wartawan, Jumat (28/10).
Kurniasih berharap setiap tim yang dibentuk tidak saling menegasikan dan justru saling melengkapi dari fokus masing-masing investigasi.
"Sehingga bebas kepentingan dan akhirnya benar-benar didapatkan hasil invesitasi nyata yang terbuka," ujarnya.
Saat ini, prioritas investigasi adalah menemukan penyebab utama dari kasus gangguan ginjal akut. Selain itu, perlu ditelisik apa saja faktor penyebab utama kasus ini bisa terjadi apakah karena ada faktor kelalaian dan sebagainya.
"Yang perlu dilakukan adalah temukan penyebabnya agar tidak ada lagi kasus bertambah. Lalu bisa diselidiki kenapa penyebab itu bisa terjadi apakah karena kesengajaan, kelalaian atau sebagainya," tegas politikus PKS itu.
Kurniasih juga menyebut kasus gangguan ginjal akut pada anak pernah terjadi di Bangladesh pada 1990. Kemudian juga terjadi pada 1998 saat ditemukan kasus kematian anak di Haiti. Pada 2006 juga terjadi di Indonesia. Semuanya dikonfirmasi karena keracunan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
"Data-data ini bisa menjadi salah satu bahan investigasi secara menyeluruh termasuk bahan baku obat dan bisa melibatkan lintas kementerian jika ada bahan-bahan yang berasal dari impor. Kita minta usut tuntas," tutup Kurniasih.
Untuk diketahui, Ombusman menemukan dugaan maladministrasi dalam kasus ganggual ginjal akut pada anak yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga sudah membentuk tim investigasi dengan menggandeng Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan RSCM.
Tak hanya itu, Mabes Polri juga telah membentuk tim investigasi yang dipimpin oleh Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri. Sementara pada sisi lain, BPOM juga sampai pada kesimpulan akan menyeret dua perusahaan farmasi ke ranah pidana.