Ketua DPR Puan Maharani memastikan, Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) akan disahkan. RUU yang salah satu pembahasannya mengenai cuti melahirkan selama 6 bulan itu akan disahkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna pada Kamis (30/6).
“Badan musyawarah (Bamus) DPR sudah menyepakati RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak atau RUU KIA akan disahkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna terdekat,” ujar Puan seperti dilansir dari portal resmi DPR, Sabtu (24/6/).
Setelah RUU KIA disahkan sebagai RUU inisiatif DPR, pihak dewan perlu menunggu surat presiden (Supres) dan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah sebelum Bamus memutuskan alat kelengkapan dewan (AKD) yang akan bersama Pemerintah melakukan pembahasan tingkat I.
“Kita berharap proses dan mekanisme pembahasan RUU KIA berjalan dengan lancar sehingga Indonesia bisa segera memiliki pedoman maupun payung hukum yang lebih rigid dalam menjamin kesejahteraan ibu dan anak,” jelas mantan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) itu.
RUU KIA sangat penting untuk mengatur percepatan mewujudkan kesejahteraan keluarga, terutama kesejahteraan ibu yang melahirkan generasi penerus bangsa dan kesejahteraan anak sebagai pewaris dan penerus kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Puan, kesejahteraan keluarga menjadi jaminan dalam menciptakan manusia unggul dalam rangka mencapai Indonesia Emas 2045.
“Sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara untuk memajukan SDM bangsanya lewat kesejahteraan keluarga tiap-tiap rakyatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, kesejahteraan ibu dan anak harus menjadi kunci,” tutur perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR ini.
RUU KIA juga memiliki tujuan agar tumbuh kembang anak sebagai penerus bangsa dapat berjalan dengan baik. RUU KIA akan mendukung upaya Pemerintah menanggulangi masalah stunting yang masih menjadi problem besar di Indonesia.
“Dengan adanya aturan dari RUU KIA, panduan-panduan penanggulangan stunting dan persoalan tumbuh kembang anak bisa semakin jelas. RUU KIA sangat dibutuhkan dalam menyongsong generasi emas Indonesia,” ucapnya.
Puan memahami usul cuti melahirkan enam bulan untuk ibu bekerja menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Meski begitu, ia memastikan perumusan RUU KIA tidak akan bertentangan dengan undang-undang lainnya, termasuk UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja. “DPR bersama Pemerintah akan meminta masukan dari seluruh stakeholder terkait. Dan kita berharap dapat ditemukan solusi terbaik yang dapat mengakomodir kepentingan semua pihak,” jelas Puan.
“Untuk itu, saya meminta dukungan dari masyarakat sehingga kami dapat menghasilkan produk hukum yang baik untuk rakyat, khususnya bagi kesejahteraan ibu dan anak yang sangat penting dalam pembangunan bangsa,” tambah cucu Proklamator RI Bung Karno tersebut.
Untuk diketahui, RUU KIA menekankan pentingnya penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan. Salah satunya lewat pemenuhan hak dasar orangtua, khususnya ibu, termasuk hak cuti yang memadai bagi orangtua bekerja. Selain soal cuti melahirkan selama 6 bulan bagi ibu pekerja, RUU KIA juga mengusulkan cuti untuk ayah selama 40 hari. Dengan cuti ayah ini, diharapkan suami bekerja dapat membantu istrinya merawat anak yang baru lahir