Anggota Komisi V DPR, Toriq Hidayat, mempersoalkan penamaan jalan layang tol Jakarta-Cikampek (Japek) menjadi Sheikh Mohamed bin Zayed (MBZ), Putra Mahkota Uni Emirat Arab (UEA). Baginya, langkah tersebut janggal.
"Jujur saja, Uni Emirat Arab tidak memiliki kaitan apa-apa dengan pembangunan jalan tol tersebut," ucapnya dalam keterangan tertulis, Minggu (18/4).
Dirinya menerangkan, jalan layang tol Japek dibangun konsorsium PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Ranggi Sugiron Perkasa dengaan komposisi kepemilikan saham masing-masing 80% dan 20%. Fasilitas ini memiliki panjang 36,4 km.
Toriq melanjutkan, perubahan nama itu menunjukkan pemerintah pusat belum memiliki aturan tentang pemberian nama jalan nasional yang berada di bawah kewenangannya. Ini berbeda dengan beberapa pemerintah daerah (pemda).
"Rakyat Indonesia lebih berhak untuk menyematkan nama pahlawan nasional pada jalan tol Jakarta-Cikampek Elevated II tersebut sebab masih banyak nama pahlawan nasional yang namanya belum diabadikan menjadi nama jalan nasional," paparnya.
Karenanya, penggantian nama jalan layang tol Japek itu diharapkan ditinjau ulang. "Pemerintah harus menyiapkan aturan pemberian nama pada setiap aset milik negara dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah nama yang mencerminkan dan membangun semangat nasionalisme, kegotongroyongan, persatuan dan kesatuan bangsa," ujar Toriq.
Pemerintah mengubah nama jalan layang tol Japek menjadi Sheikh Mohamed Bin Zayed berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) Nomor 417 KPTSM tertanggal 8 April 2021. "Semoga dapat meningkatkan kerja sama dan hubungan diplomatik antara Indonesia dan UEA," ujar Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR, Hedy Rahardian, dalam keterangan tertulis, beberapa waktu lalu.
Dia mengklaim, jalur terebut menjadi "urat nadi perekonomian Indonesia. Kilahnya, kepadatan lalu lintas harian sekitar 200.000 kendaraan serta berada di kawasan industri dan permukiman yang berkembang di timur Jakarta.