Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, meminta pemerintah provinsi (pemprov) menghentikan sementara revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM). Mengingat masih banyak yang menolaknya. Seperti dari kalangan seniman.
"Kami minta moratorium dulu. Sebentar," kata Pras, sapaannya, di Jakarta, Kamis (27/2).
Selama masa moratorium, menurut dia, pemprov bersama pelaksana proyek, PT Jakarta Propertindo (Perseroda) atau Jakpro, mesti sosialisasi kepada para seniman. Terkait rencana pembangunan TIM ke depan.
"Seniman dengan Jakpro, dengan pemda (pemerintah daerah), ketemulah itu," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Meski tidak menyebut berapa lama moratorium dilakukan, dirinya berpandangan, pekerjaan tak dapat dilakukan. Jika masih ada penolakan.
"Ya, kita lihat nanti (berapa lama moratorium). Saya enggak bisa bilang sehari, dua hari, tiga hari, atau seminggu. Kan, enggak bisa. Kenapa? Ini, kan, pasti jadi. Kalau semua dijalankan dengan baik," tuturnya.
Pras mendorong demikian, lantaran komunikasi buruk menjadi pangkal polemik revitalisasi TIM. "Titik permasalahannya masalah komunikasi," tutupnya.
Para seniman menolak proyek revitalisasi TIM yang dilakukan pemprov. Kegiatan tersebut pun diklaim sebagai upaya mengomersialisasi lokasi seni dan kebudayaan itu.
Padahal, terang perwakilan Forum Seniman Peduli TIM, Gultomtewe, Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, membangun TIM pada 1968 untuk seniman. Agar memiliki ruang kreativitas.
Bang Ali, sapaan Ali Sadikin, pun tak ingin Jakarta tak tumbuh menjadi kota dagang dan politik. Melainkan pusat seni dan budaya.
"TIM ini taman khusus. Rumahnya para seniman. Tempatnya berkarya. Rumah budaya. Cagar budaya yang tidak boleh dikomersialkan. Kalau kita bicara budaya, kita membicarakan nilai-nilai. Semestinya, pemerintah mendukung. Bukan mengubah menjadi komersial," katanya di Jakarta, Minggu (16/2).