Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diimbau tak mengabaikan aspek sejarah dalam merevitalisasi kawasan Monumen Nasional (Monas). Khususnya yang dibangun Presiden pertama RI, Sukarno.
"Kalau diubah, ya, mereka akan kena sanksi, dong. Mereka enggak boleh meninggalkan sejarah," ucap Ketua Komisi D DPRD Jakarta, Ida Mahmudah, di kantornya, Jakarta, Rabu (12/2).
Bung Karno, sapaan Sukarno, terang dia, berperan dalam pembangunan Monas. Bagian interior, salah satunya.
Pemprov melalui Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) Jakarta pun disarankan memugar sewajarnya. Sekadar memperindah tampilan ikon Ibu Kota dan Indonesia ini.
"Kalau mau diperbaiki, biar orang tidak bosan, misalkan ditambah lampu dan sebagainya, boleh-boleh saja. Tapi, memutus atau merusak sejarah, itu tidak boleh," tuturnya.
Untuk mengantisipasinya, Komisi D meminta Dinas Citata dan pemenang desain presentasi. Sebelum pekerjaan dimulai. Setidaknya terkait bestek (detail engineering design/DED).
"Paparan dulu. (Rehab) sampai sejauh mana," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Ida menambahkan, dirinya kecewa dengan sikap pemprov. Lantaran pemenang sayembara desain Monas tak dilibatkan dalam penataan sisi selatan. Sebelumnya menuai polemik.
Padahal, rancangan pemenang berwawasan lingkungan. Sedangkan pelaksanaanya, berbeda dan menebang 190-an pohon.
"Sangat disayangkan. Pohon yang ditanam lalu ditebang itu, kan, ada sejarahnya. Yang menanamnya siapa, ada sejarahnya," ujarnya.