Pakar hukum pidana Suparji Ahmad mempertanyakan vonis 4 tahun penjara terhadap Habib Rizieq Shihab (HRS) dalam sidang putusan kasus swab test RS UMMI, Kamis (24/6)). Vonis tersebut dinilai tidak sesuai dengan perbuatan yang dilakukan HRS.
"Putusan tingkat satu ini dipertanyakan, karena cukup tinggi bila dilihat dari perbuatan yang bersangkutan. Terlebih tidak ada hal yang signifikan pasca-HRS melakukan tindakan yang disebutkan yakni menyebarkan berita bohong," kata Suparji kepada wartawan, Kamis (24/6).
Suparji mengatakan, dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1946, terdapat kata kunci yang krusial yakni "menerbitkan keonaran". Sementara, tidak ada keonaran di kalangan masyarakat pascaperbuatan HRS.
"Keonaran bila diartikan secara gramatikal adalah kondisi kaos sehingga terjadi kegaduhan di tengah masyarakat. Saya pribadi belum mendengar terjadi keonaran akibat berita bohong yang disampaikan HRS," jelasnya.
Suparji pun mempersilahkan pihak Habib Rizieq untuk mengajukan banding jika tidak setuju dengan putusan tersebut. Menurutnya, hal itu merupakan hak setiap orang.
"Sudah benar apa yang disampaikan HRS di sidang bahwa ia akan mengajukan banding. Itu langkah yang elegan dan konstitusional," kata dia.
Sementara, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan vonis terhadap Rizieq Shihab tidak adil. Alasannya, Rizieq Shihab pernah diproses sebelumnya dengan Undang-Undang (UU) Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Karena HRS sudah pernah diproses dengan UU Karantina dan sudah dihukum membayar denda," kata Fickar, Kamis (24/6).
Fickar menjelaskan, majelis hakim PN Jakarta Timur telah memvonis HRS dengan denda Rp20 juta subsider 5 bulan kurungan penjara terkait kasus kerumunan di Megamendung, Jawa Barat pada Jumat (28/5). Dengan demikian, vonis 4 tahun tersebut batal demi hukum.
"Dengan sudah dihukumnya HRS, maka hukuman pengadilan yamg menghukum perbuatan yang sama adalah nebis in idem dan batal demi hukum," tegas dia.
Fickar menambahkan, selama ini banyak pihak yang melakukan pelanggaran serupa dengan Rizieq Shihab. Sayangnya, tidak diproses hukum. "Ini artinya peradilan yang menghukum dan penguasa yang mengajukannya sudah berbuat zalim," pungkas Fickar.
Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap Habib Rizieq Shihab. Rizieq dinilai terbukti menyebarkan kabar bohong dan sengaja menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat. dengan menyiarkan pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.