close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Agus Muhammad Maksum dan Nur Latifah, saksi gugatan pilpres yang diajukan oleh Prabowo-Sandi mengaku mendapat ancaman pembunuhan. / Antara Foto
icon caption
Agus Muhammad Maksum dan Nur Latifah, saksi gugatan pilpres yang diajukan oleh Prabowo-Sandi mengaku mendapat ancaman pembunuhan. / Antara Foto
Nasional
Rabu, 19 Juni 2019 23:31

Dua saksi Prabowo-Sandi ngaku diancam pembunuhan

Agus Muhammad Maksum dan Nur Latifah, saksi gugatan pilpres yang diajukan oleh Prabowo-Sandi mengaku mendapat ancaman pembunuhan.
swipe

Agus Muhammad Maksum dan Nur Latifah, saksi gugatan Pilpres yang diajukan oleh Prabowo-Sandi mengaku mendapat ancaman pembunuhan.

Agus menjadi saksi pertama pada sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) Rabu (19/6). Dia yang berasal dari Sidoarjo, Jawa Timur, bertugas sebagai anggota tim teknologi informasi (IT) paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Hakim MK Aswanto menanyakan ihwal ancaman pembunuhan sebelum Agus meberikan kesaksian. "Apakah Anda dalam memberikan keterangan saudara tidak mendapatkan tekanan atau ancaman dari pihak mana pun?" tanya Hakim.

"Ada," jawab Agus.

Kemudian, Hakim meminta Agus untuk menjelaskan bentuk ancaman tersebut. Tetapi, agus menolak untuk menjelaskan. Hakim tetap mendesak agar Agus membeberkan ancaman yang diterimanya.

"Ancaman pernah sampai pada saya dan keluarga saya tentang ancaman pembunuhan," kata Agus akhirnya menjelaskan. Namun, Agus tak bersedia mengungkap pihak yang mengancam dirinya.

Saat Hakim menanyakan waktu ancaman itu, Agus menjawab bahwa dirinya diancam pada awal April 2019. "Jadi bukan dengan saksi MK?" tanya Hakim Aswanto. 

"Iya, berkaitan dengan DPT (Daftar Pemilih Tetap)" jawab Agus.

Nur Latifah, saksi berikutnya yang dihadirkan oleh tim hukum Prabowo-Sandi. Dia juga mengaku terancam akan dibunuh.

Dalam kesaksiannya, Nur mengatakan dirinya pernah mendapatkan intimidasi dari seseorang pascapencoblosan pemilu tanggal 17 April 2019 lalu. Bahkan, ia mengaku pernah diancam dibunuh karena disangka terlibat dalam viralnya sebuah video dugaan kecurangan pilpres. 

Di hadapan Majelis Hakim MK, Nur mengungkapkan bahwa ancaman kepada dirinya bermula ketika ia mengetahui kejanggalan proses pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) 08 Dusun Winosari, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. 

Kejanggalan yang dimaksud adalah adanya seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) bernama Komri yang melakukan pencoblosan surat suara sebanyak kurang lebih 15 suara. 

"Sepengetahuan saya ada 15 (surat suara). Saya menyaksikan sendiri, saya ada di TPS, duduk sebelah saksi-saksi. Saya juga punya rekaman videonya," kata Nur Latifa. 

Rekaman video kejanggalan tersebut, lanjut Nur, kemudian menjadi viral. Meskipun ia mengaku bukan yang merekam atau menyebarkan video tersebut.

Akibatnya, dua hari setelah pencoblosan tepatnya sekitar pukul 23.00 WIB, dia kemudian dipanggil ke rumah salah satu warga untuk dimintai keterangannya mengenai video yang viral tersebut. Bahkan, ia dicap sebagai penjahat politik.

"Saya mendapat intimidasi dari banyak. Saya dipanggil ke rumah salah satu warga. Di sana sudah ada Ketua KPPS, anggota KPPS, tokoh masyarakat, perangkat desa, kader partai dan beberapa preman. Saya perempuan sendiri. Saya ditanya soal video, saya jawab, 'Bukan saya yang merekam dan sebar'. Saya dituduh sebagai penjahat politik di sana," tukasnya.

"Saya juga secara tidak langsung diancam dibunuh. Itu saya dengar dari teman saya yang mendengar secara langsung bahwa saya diancam akan dibunuh," kata dia.

Hakim MK Suhartoyo sempat menanyakan kepada Nur Latifa mengenai perolehan suara di TPS tersebut. Nur pun menjawab bahwa pasangan Jokowi-Amin unggul sangat signifikan di TPS itu. 

"Berarti bisa dong tahu kira-kira perolehan suaranya berapa kalau signifikan," tanya Hakim Suhartoyo. 

"Untuk pasangan 01 seingat saya (memperoleh) seratus lebih suara. 02 saya ingat betul, itu hanya mendapat 6 (suara)," lanjut Nur Latifa.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) aktif memberikan perlindungan terhadap para saksi yang nanti akan dihadirkan dalam persidangan sengketa pilpres 2019. Permohonan itu diajukan karena Bambang khawatir adanya intervensi. ___ #alinea #alineasatumenit #alineadotid #ariefbudiman #mahkamahkonstitusi #kpuri #sidangperdana #sidangmk #sengketapilpres #prabowo #sandiagauno #jokowi #marufamin #bambangwidjojanto #kawalsidangMKdengandamai #election #presiden #hukum #Bawaslu #KomisiPemilihanUmum #politik #sandiagauno #prabowosandi #sengketapemilu #newsoftheday #pascapemilu2019 #videoviral #sidangmk #yusrilihzamahendra #lpsk #perselisihanhasilpemilihanumum #PHPU

A post shared by Alinea (@alineadotid) on

Hakim tegur tim Prabowo-Sandi

Tim Hukum Prabowo-Sandi sempat ingin menambah saksi dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2019 di MK. Anggota Tim Hukum Prabowo-Sandi, Teuku Nasrullah mengatakan, penambah tersebut dilakukan dengan cara mengganti dua saksi yang telah dilantik oleh Mejelis Hakim.

Menurut dia, penggantian tersebut dilakukan untuk memperkuat dalil hukum kubu Prabawo-Sandi. Nasrullah mengatakan dua orang saksi yang ingin diganti itu atas nama Beti Kristiana dan Risda Mardiana. 

"Kami ingin mencoretnya dan diganti dengan Said Didu dan Haris Azhar," kata Nasrullah dalam persidangan.

Namun, Mejelis Hakim tak dapat mengabulkan permintaan itu. Sebab, semua saksi telah terlanjur disumpah sehingga tak bisa diganti dengan saksi lainnya. 

Nasrullah pun mengaku sudah melakukan koordinasi dengan panitera MK untuk mencoret kedua nama tersebut. Namun, Nasrullah mengaku tak tahu kalau Beti dan Risda ikut disumpah menjadi saksi oleh Mejelis Hakim.

Hal ini pun sempat menimbulkan silang pendapat cukup tajam antara Majelis Hakim dengan Nasrullah. Sebab, Nasrullah malah menyalahkan Majelis Hakim yang melantik Beti dan Risda. Hal itu pun dipandang sebagai tindakan yang tak etis sebab terkesan mendeligitimasi Majelis Hakim MK.

Salah satu yang memprotes tindakan tersebut adalah Hakim Anggota I Dewa Gede Palguna. Dia memarahi kuasa hukum Prabowo-Sandi itu karena sudah  melempar tanggung jawab kepada Hakim. Padahal, untuk mempersiapkan saksi adalah kewajiban dari pihak pemohon.

"Saudara jangan menyalahkan Mahkamah kalau begitu. Sebelum masuk kan saudara yang berkewajiban menyeleksi begitu orang yang masuknya," kata Palguna dalam persidangan.

Palguna mengingatkan, bahwa MK hanya membatasi saksi fakta sampai 15 orang dan tak bisa ditambah setelah dilantik. Palguna justru memandang pemohon seharusnya lebih teliti dalam menghadirkan saksi.

Pihak tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi pun mengakui sudah mengikuti rekomendasi hakim. Akan tetapi, mungkin mereka terlambat koordinasi sehingga ada dua orang yang mestinya tidak menjadi saksi masuk dalam persidangan.

"Betul Majelis, karena tadi ada persolaan terkait Said Didu dan Haris Azhar, maka kami memasukkan Beti itu tapi kemudian ada konfirmasi Haris dan Said Didu akan datang," jelas Nasrulalh. 

Belakangan diketahui, Haris Azhar menolak menjadi saksi pihak Prabowo-Sandi dalam sidang di MK. 

Menanggapi hal tersebut, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan, seharusnya pihak Prabowo-Sandi mematuhi aturan acara persidangan. Dia juga mengingatkan agar tim hukum Prabowo-Sandi tidak melanggar komitemen yang telah disepakati bersama. 

"Sudah ada komitmen bahwa saksi yang dihadirkan para pihak jumlahnya paling banyak 15, ahli dua, ini persoalan kejujuran hati dan juga komitmen. Janji, kalau sudah janji punya kesepakatan ya bahwa saksi 15 itu yang kita pengang," katanya. 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Anggota Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, I Wayan Sudirta, menilai kubu Prabowo-Sandi hanya akan menggali kuburnya sendiri pada sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) terkait Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, kata Wayan, perbaikan permohonan yang diajukan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi terlalu panjang. Hal itu pastilah sulit untuk membuktikannya. Tak hanya itu, kubu pasangan calon nomor urut 02 itu juga secara teori telah menyimpang. Sebab, peromohonan gugatan seharusnya dibuat secara ringkas.  __ #iwayansudirta #alinea #alineasatumenit #alineadotid #ariefbudiman #mahkamahkonstitusi #kpuri #sidangperdana #sidangmk #sengketapilpres #prabowo #sandiagauno #jokowi #marufamin #bambangwidjojanto #kawalsidangMKdengandamai #presiden #Bawaslu #KomisiPemilihanUmum #politik #sandiagauno #prabowosandi #sengketapemilu #newsoftheday #pascapemilu2019 #videoviral #sidangmk #yusrilihzamahendra #lpsk #perselisihanhasilpemilihanumum #PHPU #perlindungansaksi

A post shared by Alinea (@alineadotid) on

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Ardiansyah Fadli
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan