Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti dugaan duit suap yang diterima bekas Menteri Sosial Juliari P Batubara. Menurut peneliti ICW Almas Sjafrina, dalam persidangan terungkap fee yang ditargetkan Juliari dalam pengadaan bantuan sosial Covid-19 untuk Jabodetabek 2020 sebanyak Rp35 miliar.
Namun, uang yang diduga dari perusahaan penyedia bansos baru diterima sekitar Rp32 miliar. Menurutnya, jika fee dikonversikan dalam bentuk bantuan sosial tunai (BST), bisa bermanfaat bagi 108.000 keluarga.
"Kalau kita coba konversikan jumlah suap ini menjadi uang bantuan sosial untuk warga, katakanlah BST, di mana setiap keluarga penerima itu mendapat Rp300.000, uang suap ini setara dengan BST untuk 108.000 warga," ujarnya saat webinar, Selasa (6/7).
Oleh sebab itu, Almas mengatakan, praktik lancung yang diduga dilakukan Juliari dan oknum pejabat di Kementerian Sosial (Kemensos) sangat merugikan rakyat. Sebab, jika dikonversikan lagi dalam bentuk lain, seperti sembako, penerimanya bisa lebih banyak.
"Bahkan kalau bentuknya adalah kartu sembako, yang besarannya Rp200.000 per bulan, suap ini setara sekitar 160.000 bantuan sembako untuk warga. Jadi sangat disayangkan," katanya.
Sebelumnya, Juliari didakwa menerima suap Rp32,4 miliar. Menurut jaksa, duit bersumber dari penyedia bantuan sosial penanganan Covid-19 di Kemensos pada 2020. Juliari, disebut terima beselan melalui pejabat pembuat komitmen atau PPK Matheus Joko Santoso dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Adi Wahyono.
"Terdakwa melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso menerima uang sebesar Rp1,28 miliar dari Harry van Sidabukke dan Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, serta uang Rp29,25 miliar atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut," kata jaksa.
Harry dan Ardian telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Selain itu, keduanya juga harus membayar denda Rp100 juta subsider empat bulan kurungan.