Duka warga Dago Elos: Laporan ditolak, dihina, ditembaki gas air mata oleh polisi
Kepolisian dilaporkan melakukan kekerasan terhadap warga Dago Elos di Jalan Dago Elos, Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar), pada Senin-Selasa (14-15/8). Bahkan, warga dilempari gas air mata.
Berdasarkan keterangan Tim Advokasi Dago Elos, kejadian berawal dari pelaporan warga atas dugaan tindakan jahat yang dilakukan ketiga anggota Muller, yang mengklaim mewarisi 3 sertifikat eigendom verponding dari kakeknya, George Hendrik Muller, ke Polrestabes Bandung pada Senin, pukul 10.48 WIB. Sekitar 11.30 WIB, 4 warga pelapor bersama 7 kuasa hukum memasuki Ruang SPKT untuk mendaftarkan pelaporan.
Warga disambut Kasat Reskrim, AKBP Agah Sonjaya; Kanit Ekonomi, Iptu Dewa; dan penyidik, Yudhis. Di Mapolrestabes Bandung, Kasat Reskrim tidak memenuhi permintaan warga dan kuasa hukunya agar dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP), tetapi berita acara wawancara (BAW). BAW bukanlah dokumen pro justicia.
Pada malam hari, sekitar pukul 19.00 WIB, Polrestabes Bandung yang diwakili Agah, Dewa, dan Yudhis memanggil warga Dago Elos dan kuasa hukumnya ke Aula Reskrim Polrestabes. Dalam kesempatan itu, kepolisian menyampaikan bahwa laporan tidak diterima dengan kilah pelapor tak memiliki sertifikat tanah sehingga tidak punya dasar hukum membuat laporan.
"Warga dan kuasa hukum akhirnya memutuskan untuk walk out [dari pertemuan di Aula Reskrim Polrestabes]," demikian tulis Tim Advokasi Dago Elos dalam keterangannya, Selasa (15/8). Selanjutnya, seorang kuasa hukum, Rizky Ramdhani, menyampaikan kepada warga yang menunggu di depan Mapolrestabes Bandung tentang sikap kepolisian atas laporan siang tadi.
Seorang warga pun kecewa dengan sikap polisi. Ia langsung memasuki aula dan menuntut Kasat Reskrim Polrestabes Bandung menyampaikan langsung sikapnya kepada warga atas ditolaknya laporan tersebut. Kemudian, warga itu dijemput seorang pendamping hukum agar kembali ke barisan warga di depan Mapolrestabes Bandung.
"Tepat setelah keluar gerbang Polrestabes, warga yang didampingi kuasa hukum menerima tindakan kekerasan verbal oleh salah satu anggota polisi bernama Rustandi. Warga tersebut diteriaki, 'Gara-gara kalian jadi begini. Anjing!'" ungkap tim advokasi.
Selain dihina, seorang anggota polisi juga memukul warga Dago Elos yang melakukan protes di depan Mapolrestabes Bandung. Seorang kuasa hukum yang berusaha menjemput warga yang masuk ke Mapolrestabes pun dicekik lehernya oleh seorang polisi.
Pada pukul 20.00 WIB, rombongan warga meninggalkan Mapolrestabes. Sekitar 58 menit berselang, warga tiba di wilayah Terminal Dago, melakukan koordinasi dan meluapkan kekecewaannya dengan memblokade jalan sementara di permukiman.
Nyaris sejam kemudian, unit antihuru-hara kepolisian tiba di permukiman. Warga mencoba melakukan negosiasi. Seorang personel Polda Jabar, Ardiansyah, ditugaskan sebagai negosiator.
"Proses negosiasi masih berlanjut dan menghasilkan kesepakatan bahwa proses pelaporan akan dilakukan dan dipastikan laporan warga diterima dengan cara mendatangkan pelapor dan kuasa hukum ke Polrestabes dengan syarat disepakati oleh warga untuk membuka blokade jalan secara bertahap," tutur tim advokasi.
Sekitar pukul 22.45 WIB, pelapor bersama kuasa hukum bersiap kembali ke Mapolrestabes Bandung untuk melaporkan Muller bersaudara. Nahas, lima menit berselang, gas air mata dilontarkan kepolisian yang menggunakan motor ke arah belakang barisan warga di ruas Jalan Dago. Bentrokan pun tak terhindarkan pada pukul 23.05 WIB.
"Pada saat bentrokan terjadi, warga mencoba untuk megamankan diri karena banyaknya masa ibu-ibu dan anak kecil. Pada saat proses warga melakukan evakuasi, aparat kepolisian merangsek masuk disertai lemparan gas air mata beruntun," bebernya.
Lima belas menit berselang, kepolisian menambah kekuatan serangan kepada warga Dago Elos dengan mengerahkan water canon. Kilahnya, membubarkan warga yang masih tercecer.
Selanjutnya, pukul 23.30 WIB, warga berupaya membela diri dengan memblokade akses masuk permukiman. Namun, kepolisian merangsek masuk hingga ke tengah-tengah tempat tinggal, termasuk gang-gang yang ada, secara represif.
"Tidak sampai di situ," lanjut tim advokasi, "aparat kepolisian pun berulang kali melontarkan gas air mata hingga masuk halaman rumah warga dan berdampak kepada balita yang mendiami rumah tersebut."
Aparat kepolisian pun mencoba mendobrak rumah-rumah warga dan men-sweeping warga-warga yang melakukan aksi," imbuhnya.
Berdasarkan data tim advokasi, terjadi pemukulan, intimidasi verbal, hingga tindakan provokatif oleh kepolisian. Polisi juga menangkap kubu warga secara acak, salah satunya kuasa hukum, dengan dalih provokator. Seorang wartawan yang bertugas juga menjadi korban pemukulan. Padahal, warga sudah mundur dan semakin mendekat ke rumah masing-masing.
Atas kejadian ini, Tim Advokasi Dago Elos mengajukan 9 tuntutan. Pertama, mencopot dan memecat Kasat Reskrim dan Kapolrestabes Bandung karena memakai kekerasan yang menyebabkan korban luka serta kehancuran properti dan kendaraan warga.
"Kedua, mengecam dan mengutuk tindakan Kasat Reskrim Polrestabes Bandung yang menolak laporan warga dan sehingga menyebabkan menimbulkan rasa kekecewaan warga," ujarnya. "Ketiga, mengutuk seluruh penggunaan kekerasan berlebihan oleh polisi dalam menangani protes warga."
Tim advokasi juga mengutuk pengepungan terhadap permukiman warga Dago Elos dan penggunaan gas air mata secara serampangan ke arah permukiman warga selama pengepungan.
Selain itu, mengecam kekerasan yang menyebabkan warga dan jurnalis yang bertugas terluka serta penangkapan dan penahan secara ilegal selama pengepungan terjadi. Kemudian, mengutuk penggeledahan secara ilegal terhadap rumah-rumah warga yang menyebabkan kepanikan dan trauma serta mengecam perampasan kendaraan dan properti warga saat pengepungan.