Fungsional Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Santoso, membenarkan bahwa Presiden Joko Widodo tidak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjaring para menteri untuk mengisi Kabinet Kerja jilid II.
Menurut Budi, kekosongan peran lembaga antirasuah pada pemilihan dan penelusuran rekam jejak calon menteri di periode kedua kali ini tidak terlepas dari hak prerogatif presiden.
“Jadi, hak preogratif presiden tidak melibatkan KPK dalam pemilihan menteri. Artinya, kalau dulu pak presiden itu masih menghargai KPK sebagai lembaga yang bisa menentukan rapor calon (menteri). Sekarang Jokowi merasa itu tak perlu. Itu kewenangan beliau,” kata Budi di Universitas Negeri Jakarta pada Selasa, (22/10).
Saat disinggung mengenai orang-orang yang sudah menyambangi Istana Negara yang ditengarai akan menjadi menteri, Budi tak menampik bahwa ada beberapa orang yang memang mempunyai kinerja bagus. Namun demikian, ada pula yang rapornya dianggap kurang sesuai.
“Yang rapornya enggak jelas ya, saya enggak perlu komentar. Bukan kapasitas kami, KPK, untuk mengomentari itu," kata Budi.
Lebih lanjut, Budi menanggapi pidato perdana Presiden Jokowi saat pelantikan yang akan memangkas birokrasi. Menurutnya, pemangkasan birokrasi secara umum dapat mengurangi risiko tindak pidana korupsi.
Namun demikian, Budi menyayangkan Presiden Jokowi yang dalam pidatonya sama sekali tidak membahas upaya pemberantasan korupsi. Menurut dia, hal itu menunjukan bahwa mantan Wali Kota Solo itu tidak memiliki komitmen yang jelas soal pemberantasan korupsi.
“Artinya komitmennya enggak jelas dengan pemberantasan korupsi. Kalau tidak dijadikan agenda politik dia (Jokowi), maka kita perlu bertanya, ‘anda itu punya komitmen tidak sih untuk pemberantasan korupsi? Anda sadar enggak kalau KPK itu pembantu anda untuk membuat Indonesia lebih bersih," kata Budi.