Hak tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak dikurangi. Menurut Pelaksana tugas (PLt) Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri, kunjungan penasehat hukum dan keluarga masih diberikan sesuai aturan.
Namun, Ali mengatakan, sejak Maret 2020 kunjungan langsung diganti secara dalam jaringan atau daring. Dia menyebut, pihak rumah tahanan KPK telah menyiapkan perangkat pendukungnya.
"Baik itu via zoom, maupun video call dengan nomor-nomor yang telah disediakan oleh pihak Rutan KPK," ucapnya, Kamis (21/1).
Kalau pihak keluarga dan pengacara tak memanfaatkan fasilitas tersebut, Ali mengatakan, KPK tidak bisa memaksakannya. Dia berpendapat, semua kembali lagi kepada famili dan kuasa hukum tersangka.
"Bahwa ini adalah bagian dari upaya untuk menjaga keselamatan dan kesehatan bersama, baik itu para tahanan, penasehat hukum, petugas rutan, maupun pengawal tahanan," kata Ali.
Sebelumnya, tersangka dugaan suap izin ekspor benih lobster Edhy Prabowo (EP), berharap dapat dikunjungi keluarga dan pengacara secara langsung. Bahkan, dia memohon kepada Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly, agar memberikan izin.
Eks politikus Partai Gerindra tersebut memahami kondisi Covid-19. Akan tetapi, menurutnya, kunjungan fisik bisa dilaksanakan dengan protokol kesehatan (prokes), seperti memakai masker atau bila perlu melakukan tes usap.
Bagi Edhy, kunjungan fisik dibutuhkan agar menguatkan dirinya dalam menghadapi kasus. Terlebih, eks Menteri Kelautan dan Perikanan itu sudah dua bulan tidak bertemu familinya secara langsung.
"Saya butuh dukungan moral keluarga. Kalau bisa, ya, itu dijenguk langsung. Kemudian saya minta tolong walaupun terbatas, nggak banyak-banyak satu-dua orang, termasuk ketemu lawyer saya karena saya butuh koordinasi," ujarnya usai diperiksa penyidik KPK.
Saat ini ada tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. Selain Edhy, ada Direktur Dua Putra Perkasa atau DPP Suharjito (SJT) dan Staf Khusus Menteri KP Safri (SAF).
Lalu, pengurus PT Aero Citra Kargo atau ACK Siswadi (SWD), staf istri Menteri KP Ainul Faqih (AF), Staf Khusus Menteri KP Andreau Pribadi Misanta (APM) dan swasta Amiril Mukminin (AM).
Edhy disangka menerima Rp3,4 miliar dari beberapa perusahaan eksportir benur yang sebelumnya diduga ditampung PT ACK, dan USD$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Diterka uang dipergunakan untuk belanja di Amerika Serikat, 21-23 November 2020.
Di sisi lain, KPK menduga Safri dan Andreau juga menerima uang yang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.
Terduga penerima, Edhy, Safri, Siswadi, Ainul, Amiril dan Andreau disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan terduga pemberi suap Suharjito, diterka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.