Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dinilai tidak adil dalam menjatuhkan vonis 20 tahun menjara kepada Direktur Utama PT ASABRI (Persero) 2008-2016, Adam Damiri. Pangkalnya, semua dakwaan yang dialamatkan tidak bisa hanya disalahkan kepada Adam Damiri.
"Putusan Pak Adam Damiri, kalau secara pribadi, kurang pas. Keputusan pimpinan, kan, kolektif kolegial. Jadi, tidak bisa hanya menyalahkan Pak Adam secara langsung," ucap mantan pegawai ASABRI, Zulkarnaen Effendi, dalam keterangannya, Kamis (7/4).
Bagi Zulkarnaen, Adam Damiri justru menjadi korban dalam kasus ini. Alasannya, dia lama berkarier sebagai prajurit TNI sehingga tidak memahami secara mendalam tentang investasi.
Pertimbangan berikutnya, keputusan ASABRI dalam melakukan investasi berdasarkan arahan (advice) Direktur Investasi.
"Kalau bagi saya pribadi, bisa saya nyatakan sebagai korban karena beliau itu Direktur Utama, tanggung jawabnya, kan, bukan hanya sekadar mengarahkan investasi. Masih banyak tanggung jawabnya yang lain," tuturnya.
Mantan Kepala Divisi PKBL ASABRI ini menambahkan, masalah investasi menjadi wewenang Divisi Keuangan dan Investasi dalam sebuah perusahaan. Tak ayal, usulan dan rekomendasi berinvestasi bukan menjadi tanggung jawab Direktur Utama.
"Kalau sepengetahuan saya, dalam perusahaan itu [kewenangan] investasi di bawah Divisi Keuangan," jelasnya.
Di sisi lain, Zulkarnaen menilai, Adam Damiri memiliki jasa dan kontribusi besar bagi kemajuan perusahaan. Dicontohkannya dengan upaya meningkatkan keuntungan korporasi dan kebermanfaatannya bagi prajurit TNI/Polri.
"Jasanya banyak banget. Dia menyejahterakan prajurit yang berjuang. Contoh konkret, [santunan risiko kematian khusus pada] zaman Pak Adam [naik] menjadi Rp400 juta," bebernya.
Apalagi, ungkap Zulkarnaen, Adam Damiri adalah figur pimpinan yang mau turun menemui bawahan. Bahkan, menerima masukan dari anak buahnya.
Karenanya, dia berpendapat, Adam Damiri sebagai figur yang memperhatikan nasib dan kesejahteraan para pegawainya. Misalnya, tidak membiarkan adanya ketimpangan kesejahteraan yang terlalu tinggi antarpegawai.
"Zaman Pak Adam, kalau gaji dan pendapatan direksi naik, maka gaji karyawan juga harus naik," tandasnya.