close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Bekas Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip (tengah). Foto Antara/Dhemas Reviyanto
icon caption
Bekas Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip (tengah). Foto Antara/Dhemas Reviyanto
Nasional
Jumat, 30 April 2021 09:06

Eks Bupati Kepulauan Talaud kembali tersangka, KPK: Kelemahan OTT

KPK kembali menetapkan bekas Bupati Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip, sebagai tersangka sesaat keluar dari Lapas Wanita Tangerang, Banten.
swipe

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut operasi tangkap tangan (OTT) memiliki kelemahan. Kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, giat senyap membuat lembaga antisuap hanya punya sedikit waktu sehingga perkara yang diusut untuk satu orang yang sama tidak dalam satu berkas.

Hal itu dialami bekas Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM). Dia kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi setelah bebas dari Lapas Wanita Tangerang, Banten.

"Inilah salah satu kelemahan kalau kita melakukan OTT. OTT itu kita punya batas waktu hanya 60 hari. Yang kemarin-kemarin, ketika kita sudah melakukan penahanan orang, maka segera mungkin berkas perkara diselesaikan," ujarnya dalam jumpa pers, Jakarta, Kamis (29/4).

Sri Wahyumi sebelumnya tersandung kasus dugaan suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo pada 2019, yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap. Setelah bebas pada Rabu (28/4) malam, dia langsung "dijemput" KPK.

Usai mengembangkan perkara pertama itu, lembaga antirasuah menetapkan Sri Wahyumi sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2017. Dia ditahan untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari per 29 April 2021.

Ketika penyidikan perkara pertama, Karyoto mengakui, komisi antisuap sudah kantongi data-data yang bisa dikembangkan. "Nah, akhirnya ditemukan juga yakni cukup signifikan, yaitu Rp9,5 miliar yang saat disita dari perkara yang kedua."

Dalam perkaranya, Sri Wahyumi diduga menerima gratifikasi berupa uang Rp9,5 miliar. Kasus bermula sejak dirinya dilantik menjadi bupati periode 2014-2019 dan diduga sudah berulang kali melakukan pertemuan dengan para ketua pokja pengadaan barang dan jasa (PBJ).

KPK menerka Sri Wahyumi memerintahkan para ketua Pokja PBJ Kepulauan Talaud untuk memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan dalam proses lelang. Selain itu, diduga memberi catatan tentang informasi nama paket proyek dan rekanan yang ditunjuk langsung.

Catatan diterka pula berisi perintah kepada para ketua Pokja PBJ Kepulauan Talaud untuk meminta biaya komitmen (commitment fee) 10% dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus mencatat pemberian biaya komitmen para rekanan tersebut.

Atas perbuatannya, Sri Wahyumi disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan