Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif, mengkritisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut Laode, diterbitkannya PP tersebut menjadi suatu kemunduran bagi lembaga antirasuah. Alasannya, gaji KPK yang selama ini menerapkan single salary berubah sesuai ASN di kementerian/lembaga (K/L) pemerintahan.
"Kalau sistem single salary, semua pegawai hanya menerima gaji. Sekarang selain gaji, mereka akan menerima tunjangan juga sebagaimana yang berlaku di ASN," kata Laode kepada media, Sabtu (8/8).
Ketentuan perubahan sistem penggajian pegawai KPK ini termaktub dalam Pasal 9 PP Nomor 41 Tahun 2020. Dikatakan Laode, ketentuan itu akan melahirkan potensi korupsi.
Perubahan sistem penggajian menjadi gaji, tunjangan, dan tunjangan khusus tersebut secara tidak langsung mendegradasi semangat dan prinsip KPK yang selama ini menjauhi segala macam kesempatan perilaku korupsi di internal.
"Sekarang selain gaji, mereka akan menerima tunjangan juga sebagaimana yang berlaku di ASN. Sementara tunjangan itu macam-macam, sehingga rentan dikorupsi," terangnya.
Laode menyayangkan kebijakan tersebut, mengingat KPK kerap memperjuangkan agar semua K/L dan pemerintah daerah (pemda) menganut sistem single salary agar terukur dan tidak mudah terjadi korupsi. "Pemerintah malah mengganti sistem penggajian KPK dan mengikuti model ASN yang rentan korupsi," sambungnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan PP tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN. Berdasarkan situs web Sekretariat Negara, regulasi itu memuat 12 pasal, salah satunya perubahan sistem honorarium pegawai KPK.