close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Politikus senior PDIP Kwik Kian Gie bersama Sandiaga Uno, saat Pilpres 2019, Selasa (23/4/2019). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin
icon caption
Politikus senior PDIP Kwik Kian Gie bersama Sandiaga Uno, saat Pilpres 2019, Selasa (23/4/2019). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin
Nasional
Minggu, 11 April 2021 19:17

Eks Menko Ekuin: Ada yang lebih besar dari BLBI

Kwik tidak mengerti kenapa itu tidak mendapat perhatian khusus. Sekalipun kasus BLBI terbilang besar, tapi obligasi rekap jauh lebih besar.
swipe

Eks Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin), Kwik Kian Gie, mengatakan, ada perbedaan mendasar antara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Obligasi Rekapitalisasi Perbankan. Dia menjelaskan, BLBI dimaksudkan BI untuk menghentikan rush atau penarikan uang di bank secara massal.

Menurut Kwik, rush terjadi karena International Monetary Fund (IMF) memaksa 16 bank ditutup lantaran dianggap tidak layak lagi. "Tetapi memerintahkannya begitu saja, dan dituruti begitu saja oleh BI sehingga hari berikutnya terjadi rush," ujarnya saat diskusi yang disiarkan Youtube BEM UI, Minggu (11/4).

Kwik mengungkapkan, untuk menghentikan rush yang terjadi saat krisis moneter 1997-1998, pemerintah mengucurkan Rp144 triliun, yang kemudian disebut BLBI. Ketika ditagih dan tidak bisa membayar, bank disita pemerintah.

"Di situ oleh karena bank sudah milik pemerintah, harus disehatkan supaya bisa dijual, IMF lagi yang memerintah," ucapnya.

"Jadi ketika itu, untuk membuat sehat maka bank itu harus diinjeksi dengan surat utang negara khusus yang bernama Obligasi Rekapitalisasi Perbankan, jumlahnya Rp430 triliun dan pembayaran bunganya, seandainya tepat dibayar kembali oleh pemerintah, itu Rp600 triliun dan totalnya Rp1.030 triliun. Ini yang lebih serius," sambung dia.

Kwik menjelaskan, kalau pada jatuh tempo tak bisa dibayar oleh pemerintah, maka obligasi rekapitalisasi diperpanjang. Ketika itu terjadi, jumlah utang sama, tapi kewajiban bunga jalan terus.

Menurut Kwik, ada tiga orang dari Sekretariat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang kirim buku kepada dirinya. Buku itu ditulis ketiganya dan bukan karya yang diumumkan.

"Yang membuat perhitungan bahwa kalau setiap lembar obligasi rekap itu diperpanjang dengan satu tenor yang sama, maka utang pemerintah totalnya menjadi Rp11 triliun. Jadi itu jauh lebih besar yang tidak pernah dipermasalahkan," ujarnya.

Kwik tidak mengerti kenapa itu tidak mendapatkan perhatian khusus. Padahal, sekalipun kasus BLBI terbilang besar, tapi obligasi rekap jauh lebih besar.

"Kenapa? Rp430 triliun ditambah Rp600 triliun, minimum Rp1.030 triliun. Kalau tidak bisa membayar satu tenor saja menjadi Rp11.000 triliun menurut perhitungan tiga ahli dari sekretariat anak-anak muda tadi," kata dia.

"Dan mereka menggunakan sedikit ekonometri sehingga cukup akurat. Akhirnya, mereka bertiga dipecat setelah ketahuan. Waktu mengirimkan kepada saya ditulis untuk 'ini ditulis oleh kami yang peduli kepada bangsa ini', dan akhirnya ketahuan dan mereka dipecat," imbuhnya

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Achmad Rizki
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan