Eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi dijatuhi pidana hukuman penjara selama tujuh tahun dan denda sebesar Rp400 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Menyatakan terdakwa Imam Nahrawi terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan beberapa tipikor secara bersama-sama dan berlanjut," kata Hakim Ketua Rosmina dalam sidang putusan yang ditayangkan melalui akun YouTube KPK RI, dari Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (29/6).
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK, yakni 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
Selain pidana pokok, eks politikus PKB itu juga dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp18,1 miliar. Uang itu wajib disetor Imam pasca-satu bulan mendapat hukuman inkrah. Jika tidak, maka aset Imam akan disita oleh jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti tersebut.
"Jika harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka dipidana dengan hukuman penjara selama 2 tahun," urai Rosmina.
Imam juga dijatuhi hukuman berupa pencabutan hak politik selama empat tahun. Pidana itu terhitung setelah bekas Menpora itu menjalani pidana pokoknya.
"Menyatakan menolak permohonan justice collaborator yang diajukan oleh terdakwa," tutup Rosmina.
Dalam pertimbangannya, perbuatan Imam dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Perilaku rasuah Imam selaku Menpora juga dianggap tidak patut dicontoh.
"Dan terdakwa selama persidangan berupaya untuk menutupi perbuatannya dengan cara tidak mengakuiya," paparnya.
Sedangkan pertimbangan meringankan, Imam dinilai telah berlaku sopan selama proses persidangan. Selaku kepala keluarga, Imam juga dianggap masih mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anaknya, serta belum pernah mendapat hukuman.
Imam dinilai terbukti menerima uang suap sebesar Rp11,5 miliar terkait percepatan proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah KONI.
Setidaknya, terdapat dua proposal kegiatan KONI yang menjadi sumber suap Imam, yakni:
Pertama, terkait proposal bantuan dana hibah Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Gemes 2018.
Kedua, proposal terkait dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
Atas dasar itu, Imam dinilai melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain suap, Imam juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp8,6 miliar. Uang itu diterima Imam melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum dalam rentang waktu 2014 hingga 2019.
Imam juga dianggap melanggar Pasal 12B ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.