Eks napi teroris Mukhtar Khairi menilai, perempuan yang terpapar radikalisme lebih militan dibandingkan laki-laki. Perempuan yang terpapar radikalisme menganggap hukum jihad fardhu ain atau kewajiban perorangan.
“Teman-teman ini merasa bahwa jihad adalah fardhu ain. Semua wajib melakukan. Contoh, seorang istri tidak perlu izin pada suami, seorang anak tidak perlu ijin pada orang tua dan orang yang berhutang tidak perlu izin pada yang berpiuntang,” ucapnya dalam diskusi Alinea Forum bertajuk ‘Memperkuat Kontra Radikalisme’, Rabu (7/4/2021).
“Sehingga, ini menjadi fardhu ain bagi mereka dan membebani punggung-punggung mereka. Ketika mereka (perempuan) biasanya melihat protes-protes di suatu tempat itu (aksi teror), di kalangan kita (laki-laki) sibuk mengobarkan semangat, ‘Itu di Makassar sudah amaliah, kita kapan?’ (perempuan),” tutur Mukhtar mengungkap tradisi di kalangan kelompok teroris.
Menurut Mukhtar, hampir seluruh aksi teror susulan di Indonesia dipicu insiden sebelumnya. Ia pun membantah, adanya kemunduran deradikalisasi pascateror Zakiah Aini (ZA) di Mabes Polri. Sebab, Zakiah Aini tidak pernah mengikuti program deradikalisasi.
Ia menyampaikan, sebanyak 95% kawan-kawannya eks teroris jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) berhasil dideradikalisasi. Jaringan MIT di penjara Cipinang, Jakarta Timur, lanjutnya, juga dapat dideradikalisasi dengan kontra literasi terhadap Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Kebanyakan kawan-kawannya terpapar radikalisme melalui literasi. “Kurang lebih 95% teman-teman sadar. Bertaubat setelah membaca literasi yang diterjemahkan kembali oleh ustad dan bisa kembalike masyarakat,” ujar Mukhtar.
Di sisi lain, jelasnya, pencegahan aksi terorisme sangat sulit, karena siapapun bisa terpapar radikalisme. Apalagi, di era digital saat ini, kata dia, aksi teror tidak lagi membutuhkan komando.
“Jadi, enggak ada koordinasi. Tadi, saya katakan demikian, sehingga mereka berimprovisasi, berinovasi membuat bom sendiri juga kadang (mempelajari) dari internet),” ujar Mukhtar.
Untuk diketahui, ZA, terduga teroris di Mabes Polri adalah seorang perempuan milenial usia 25 tahun. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan ZA merupakan mantan mahasiswa di salah satu perguruan tinggi yang telah di drop out (DO) pada semester lima. Pun terduga pelaku bom pasangan suami istri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, juga dikatahui generasi milenial kelahiran 1995.