Mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi, meminta tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka percakapan di telepon genggam miliknya, yang disita saat operasi senyap pada 2016. Hal itu dinilai perlu untuk mengungkap keterlibatan hakim dalam kasus suap penanganan perkara yang melibatkan artis Saipul Jamil.
"Karena di dalam HP itu ada hakim yang minta uang dan memberi tahu putusan Saipul Jamil," kata Rohadi usai menjalani pemeriksaan di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (2/9).
Menurutnya, dibukanya percakapan dalam telepon genggam tersebut dapat mengungkap pelaku sesunguhnya dalam perkara suap penanganan kasus asusila Saipul Jamil.
"Itu supaya perkara Saipul Jamil terang benderang, tidak hanya berhenti di saya. Tetapi ada pelaku lain yang harus bertanggung jawab," kata dia menerangkan.
Rohadi mengatakan, ada dua hakim yang memberikan informasi putusan perkara asusila Saipul Jamil serta meminta uang padanya. Namun, dia enggan menyebut nama dan jumlah uang yang diminta kedua hakim tersebut.
"Ada dua (hakim), ada di HP itu. Nominalnya waktu itu ada semua di percakapan antara saya dengan hakim itu," ucap Rohadi.
Rohadi telah ditetapkan sebagai tersangka usai terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 2016. Dia terbukti telah menerima uang senilai Rp250 juta dari keluarga Saipul Jamil, guna memuluskan perkara asusila yang menjerat mantan juri kontes dangdut tersebut.
KPK juga mengendus aliran dana senilai Rp700 juta terkait penanganan perkara lain di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Rohadi telah divonis 7 tahun penjara serta denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, KPK juga menyangka Rohadi terlibat pemberian suap saat mengurusi perkara di Mahkamah Agung (MA). Dalam kasus itu, dia disangkakan dengan Pasal 11, Pasal 12 huruf a atau huruf b, Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Terakhir, Rohadi juga dijerat dengan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Atas perbuatannya, KPK menjeratnya dengan Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.