Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menunjuk eks komandan Tim Mawar, Mayjen (Purn) Chairawan Kadarsyah Kadirussala Nursyirwan, sebagai salah satu asisten khususnya di Kementerian Pertahanan. Hal tersebut dinilai menunjukkan tidak adanya komitmen penegakan hak asasi manusia dalam pemerintahan Presiden Jokowi.
"Tentu sudah bisa diduga, karena memang pemerintahan Jokowi seperti membuka dirinya bagi orang-orang yang sekalipun terlibat atau bertanggung jawab di dalam pelanggaran hak asasi manusia ke dalam pemerintahan," kata Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid, saat dihubungi jurnalis Alinea.id di Jakarta, Rabu (1/1).
Menurutnya, pemerintahan Jokowi semakin lama terlihat cair dengan para terduga pelaku pelanggaran HAM. Tidak ada pelarangan bagi orang-orang yang pernah terlibat dalam persoalan HAM untuk menduduki jabatan publik.
Jika Presiden konsisten dengan janji Nawacita ihwal HAM, kata Usman, Jokowi bisa tegas melakukan pembatasan. Usman menganjurkan Jokowi mencontoh Argentina dalam pembatasan pejabat publik.
"Lima tahun terakhir ini, di Argentina semua yang dianggap terlibat dalam penculikan, penghilangan ribuan orang, termasuk aktivis, itu dikeluarkan dan tidak boleh duduk di jabatan publik," kata Usman menerangkan.
Pemerintahan Jokowi saat ini memang berbanding terbalik dengan periode pertamanya menjabat. Pada 2014, Jokowi dinilai sosok presiden yang progresif, lantaran mengeluarkan janji Nawacita untuk menyelesaikan segala masalah HAM di Tanah Air. Namun demikian, Usman menilai, Jokowi tidak betul-betul dibekali pengetahuan mengenai isu tersebut.
Minimnya pengetahuan Jokowi, dinilai lantaran mantan Wali Kota Solo itu tidak pernah ikut berkontribusi dalam proses reformasi yang terjadi di Indonesia. Ia hanya menikmati hegemoni reformasi dari euforia pemilihan kepala daerah (pilkada).
Selain itu, masuknya nama Chairawan ke institusi pemerintahan juga dinilai menjadi bukti, negara masih dikuasai oligarki politik yang tidak peduli persoalan HAM. Usman mengatakan, masih banyak orang-orang di lingkaran Jokowi miskin kepedulian terhadap isu HAM.
Hal ini juga dinilai menunjukkan lemahnya sistem peradilan di Indonesia terhadap kasus-kasus HAM. Di Indonesia, para pelaku kejahatan HAM masih banyak yang berkeliaran tanpa mendapat hukuman.
"Kan orang seperti dia, baik itu Chairawan, Muchdi, Prabowo, seharusnya dihadapkan pada proses hukum ketika itu. Ketika mereka dicopot dari jabatannya, panglima dulu sudah menyatakan di publik akan membawa mereka ke pengadilan, tapi implementasinya tidak pernah ada," ucap Usman.
Penunjukkan lima orang asisten Prabowo Subianto dilakukan per tanggal 6 Desember 2019. Selain Chairawan, nama lain yang masuk dalam daftar tersebut adalah mantan Wakil Menhan Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, mantan Sekretaris Menko Polhukam Letjen (Purn) Hotmangaradja Pandjaitan, eks Irjen Kemhan Laksdya (Purn) Didit Herdiawan, dan mantan Staf Khusus KSAU Marsda (Purn) Bonar H Hutagaol.
Pengangkatan Asisten Khusus Menhan itu tertuang dalam Keputusan Menhan Nomor: Kep/1869/M/XII/2019 yang salinannya diperoleh awak media. Namun, walau telah tiga pekan SK itu berlaku, hingga kini belum ada penjelasan dari pihak Prabowo atau Kemhan.
Sorotan atas ditunjuknya Chairawan menjadi asisten khusus Menhan, disebabkan latar belakangnya sebagai komandan Tim Mawar. Tim tersebut merupakan bagian dari kesatuan Komando Pasukan Khusus Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat di era sebelum reformasi. Tim ini dinakhodai oleh Prabowo dan disebut sebagai dalang dalam operasi penculikan aktivis pro-demokrasi saat itu.
Nama Chairawan, sebagai salah satu Tim Mawar kembali mencuat pasca-Pilpres 2019, khususnya setelah kerusuhan 21-23 Mei 2019 di depan Gedung Bawaslu. Chairawan mempersoalkan dan melaporkan Majalah TEMPO edisi 10 Juni 2019, yang bertajuk 'Tim Mawar dan Kerusuhan Sarinah' ke Dewan Pers dan Bareskrim Polri, karena menyebut Tim Mawar terlibat dalam kerusuhan tersebut.